Rabu, 20 Februari 2013

Separasi Spermatozoa

AdiDharma17


SEPARATION SPERMATOZOA X AND Y USING ALBUMIN WITH DIFFERENT LEVEL AS MEDIUM SEPARATION IN BOAR’S SPERM
I MADE ADI SUDARMA, WILMINTJE MARLENE NALLEY, DAN HENDERLINA LAURA L. BELLI
Laboratorium Biologi Reproduksi dan Kesehatan Hewan, Fakultas Peternakan, Undana
Jl. Bumi II, No.1, Oesapa Selatan – Kupang, e-mail : adi_dharma17@yahoo.com


separation sperm process

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan albumin dengan level yang berbeda terhadap separasi spermatozoa X dan Y sebagai media pemisah spermatozoa babi. Separasi spermatozoa menggunakan konsentrasi albumin yang berbeda dengan empat perlakuan yaitu perbandingan fraksi atas dan bawah 10 dan 30%, 10 dan 40%, 10 dan 50%, serta 10 dan 60% selama 1 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi spermatozoa X terbanyak terdapat pada fraksi atas untuk semua perlakuan, demikian juga pada spermatozoa Y terbanyak terdapat pada fraksi bawah untuk semua perlakuan. Proporsi spermatozoa X : Y dari semen segar (51,68 : 48,32±2,66) berbeda nyata (P < 0,05) dibandingkan setiap perlakuan pada fraksi atas P1(74,02 : 25,98±5,65); P2(64,14 : 35,86±3,41); P3(62,29 : 37,71±3,98); dan P4(59,26 : 40,74±4,33)) dan fraksi bawah P1(38,13 : 61,87±7,69); P2(35,48 : 64,52±6,11); P3(30,37 : 69,63±4,93); dan P4(26,41 : 73,59±4,54)). Viabilitas dan abnormalitas spermatozoa hasil separasi tidak berbeda nyata antar perlakuan. Konsentrasi spermatozoa hasil separasi terbanyak terdapat pada fraksi atas dibanding fraksi bawah setiap perlakuan. Spermatozoa babi tidak tahan terhadap serangkaian perlakuan dari proses pencucian hingga proses separasi didalam medium albumin yang mengakibatkan menurunnya tingkat motilitas spermatozoa dari 73±3% menjadi 6,5±0,58% pada fraksi atas perlakuan pertama hingga 3±0,82% pada fraksi bawah perlakuan keempat pada tahap akhir separasi. Simpulan yang dapat diambil adalah perlakuan terbaik untuk mendapatkan spermatozoa X terdapat pada konsentrasi 10 dan 30% sedangkan untuk mendapatkan spermatozoa Y terdapat pada konsentrasi 10 dan 60%, spermatozoa hasil separasi baik fraksi atas maupun bawah memiliki motilitas yang sangat rendah.
Kata kunci : spermatozoa babi, separasi, albumin, motilitas

ABSTRACK
The aims of this research were to study the effect of using  albumin with different level to separate spermatozoa X and Y as medium separate boar’s sperm. Sperm separated using different level of albumin with 4 treatments, that are  ratio of up fraction than bottom fraction 10 and 30% , 10 and 40%, 10 and 50%, 10 and 60% during 1 hour. The result showed that the best proportion of X sperm were by up fraction in all treatments, and also the best proportion of Y sperm were by bottom fraction in all treatments. The proportion of X : Y from fresh semen (51,68 : 48,32±2,66) were different (P < 0,05) compare to each treatment of up fraction (P1(74,02 : 25,98±5,65); P2(64,14 : 35,86±3,41); P3(62,29 : 37,71±3,98); and P4(59,26 : 40,74±4,33)) and also bottom fraction (P1(38,13 : 61,87±7,69); P2(35,48 : 64,52±6,11); P3(30,37 : 69,63±4,93); and P4(26,41 : 73,59±4,54)). Viability and abnormality of sperm after separated were not different to each treatment. The sperm concentrate after separate at up fraction is more than bottom fraction in all treatment. The boar sperm was not dofend to a series of treatment from washing process until separate process within albumin medium that resulted in decrease the sperm motility from 73±3% to 6,5±0,58% in up fraction at first treatment upto 3±0,82% in bottom fraction at fourth treatment in the end of separate. The conclude to take were the best treatment to get the X sperm were by concentrate 10 and 30% where as to get the Y sperm were by concentrate 10 and 60%, the sperm after separated include up and bottom fraction were had the very low motility.
Key word : boar’s sperm, separate, albumin, motility
PENDAHULUAN
Ternak babi merupakan jenis ternak yang cukup penting bagi para peternak kecil di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Secara tradisional ternak babi memainkan peran penting dalam berbagai kegiatan sosial, budaya, keagamaan dan sebagai sumber protein dalam kehidupan masyarakat NTT khususnya di daratan Sumba. Pemanfaatan faktor-faktor produksi termasuk penerapan bioteknologi secara efisien dan efektif sangat diperlukan dalam usaha peternakan babi. Salah satu penerapan bioteknologi dalam bidang reproduksi yang sudah cukup banyak dimanfaatkan adalah teknologi separasi (pemisahan) spermatozoa.
Separasi spermatozoa X dan Y yang digunakan dalam menentukan jenis kelamin ternak sebelum dilahirkan didasarkan atas adanya keuntungan ekonomis dan efisiensi. Sekarang ini, penggunaan separasi spermatozoa yang mudah dan ekonomis sudah banyak digunakan, sudah lebih dari 50 kelinci dilahirkan dengan jenis kelamin yang sudah ditentukan dan diperkirakan sekitar 30000 hewan telah dilahirkan menggunakan sperma hasil separasi. (Hamano, 2007).
Separasi spermatozoa adalah suatu metoda yang digunakan untuk mengubah proporsi perolehan spermatozoa yang berkromosom sejenis (X atau Y) dengan metode tertentu, sehingga berubah dari proporsi normal (rasio alamiah), 50 persen banding 50 persen (Henri, 1992). Dengan adanya bioteknologi reproduksi ini, para peternak pada pembibitan ternak babi dapat menentukan jenis kelamin anak untuk memenuhi permintaan konsumen. Selain itu, peternak juga biasanya lebih berharap memperoleh jumlah ternak babi betina yang lebih banyak dibandingkan ternak jantan untuk dapat diseleksi dan digunakan sebagai pengganti induk betina yang akan diafkir.
Separasi spermatozoa didasarkan pada perbedaan luas kepala sperma, panjang kepala dan kandungan DNA serta gerakan spermatozoa. Dimana spermatozoa Y memiliki luas kepala yang lebih kecil dan ringan dibanding spermatozoa X, ukuran panjang kepala spermatozoa Y lebih pendek dengan kandungan DNA yang lebih rendah dan gerakan yang lebih cepat dibanding spermatozoa X (Saili, 1999)
Metode separasi spermatozoa yang sudah banyak diteliti dan berhasil dilakukakan adalah metode albumin column menggunakan larutan BSA (Bovine Serum Albumin), namun karena harga BSA yang kurang ekonomis maka dalam penelitian ini diganti dengan penggunaan albumin telur sebagai media pemisah spermatozoa. Hafez (2000) menyatakan bahwa pemisahan spermatozoa X dan Y dengan menggunakan metode kolom yang mengandung larutan BSA didasarkan pada perbedaan motilitas (kecepatan pergerakan) antara spermatozoa X dan Y dalam menembus larutan yang mengandung albumin. Penggunaan putih telur secara umum tanpa membedakan bagiannya (albumin) sebagai medium pemisahan spermatozoa dianggap cukup layak (Saili dkk., 2000).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan albumin dengan level yang berbeda sebagai media pemisah dalam separasi spermatozoa X dan Y pada ternak babi serta untuk mengetahui motilitas, viabilitas dan abnormalitas spermatozoa babi yang telah mengalami proses pemisahan dengan menggunakan medium albumin.
MATERI DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Reproduksi dan Kesehatan Hewan Fakultas Peternakan Undana, Jl. Adi Sucipto, Penfui-Kupang.
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen babi VDL, albumin telur, eosin 2.0%, eosin-negrosin, aquabidest, alkohol 70%, medium BO (Bracket Oliphant), botol penampung, corong gelas, saringan, gelas ukur, kertas lakmus, pipet, objek glass, cover glass, pipet haemocytometer dan kamar hitung Neubauer, pemanas, counter, inferted mikroskop, timbangan analitik, spatula, magnetic stirrer, tabung Erlenmeyer, cawan petri, pipet berskala, tabung reaksi, rak tabung, centrifuge, gelas beacker, mikro pipet dan spoid disposible.
Prosedur Penelitian
Persiapan Alat dan Bahan. Alat dan bahan yang diperlukan untuk evaluasi semen dan separasi spermatozoa disiapkan sehari sebelum pelaksanaan penelitian. Pembuatan medium BO dilakukan 12 jam sebelum digunakan dalam proses separasi. Pembuatan konsentrasi albumin dengan level yang berbeda dilakukan pada saat pencucian semen.
Penyiapan Semen. Semen ditampung pada pagi hari kemudian dibawa ke laboratorium untuk dievaluasi secara makroskopis (volume, konsistensi, warna, pH dan bau) dan mikroskopis (gerakan massa, persentase motilitas, konsentrasi, persentasi viabilitas dan persentase abnormalitas).
Separasi Spermatozoa. Metode pemisahan spermatozoa dilakukan menurut Saili (1999), dengan prosedur sebagai berikut : semen ejakulat dicuci dengan cara penambahan medium BO dan disentrifugasi dengan kecepatan 2500 rpm selama 10 menit. Endapan spermatozoa yang diperoleh diencerkan dengan menambahkan medium BO hingga konsentrasi 100 juta sel motil/mL. Satu milliliter sampel spermatozoa dimasukkan kedalam masing-masing tabung yang telah berisi kolom albumin bertingkat sesuai perlakuan, kemudian dibiarkan pada suhu ruang selama satu jam. Sisa sperma yang tidak turun pada bagian atas dikeluarkan dan fraksi semen bagian atas dipisahkan dari fraksi semen bagian bawah dengan cara menyedot masing-masing fraksi menggunakan spoid dan ditampung dalam tabung centrifuge, kemudian dicuci menggunakan medium BO dengan sentrifugasi pada kecepatan 2500 rpm selama 10 menit.
Evaluasi Spermatozoa secara Morfometrik. Preparat ulas sperma dibuat dari masing-masing fraksi semen dengan pewarnaan menggunakan eosin-negrosin, selanjutnya pengukuran luas kepala sperma dilakukan menggunakan inferted mikroskop pembesaran 40x. Pengukuran ini dilakukan menggunakan tools pengukuran luas (outline) dengan jalan melingkari luas pinggir kepala sperma yang sudah diperbesar menggunakan bantuan tools navigator dengan pembesaran 500%. Jumlah sperma yang dihitung dari masing-masing fraksi minimal 100 sel sperma dengan kontrol sebanyak minimal 200 sperma. Sel sperma dikategorikan sebagai sperma X jika luas ukuran kepala lebih besar dari kontrol sedangkan bila berukuran lebih kecil dari kontrol dikategorikan sebagai sperma Y (Saili, 1999).
Variabel yang diukur
Variabel utama :
1.     Persentase motilitas spermatozoa hasil separasi yang diamati pada setiap fraksi terhadap spermatozoa yang bergerak progresif yang ditentukan secara subjektif pada sepuluh lapang pandang berbeda.
2.     Viabilitas dan abnormalitas spermatozoa hasil separasi dilakukan menggunakan preparat ulas dengan pewarnaan eosin-negrosin. Viabilitas spermatozoa diketahui dengan jalan mengamati kepala spermatozoa dimana spermatozoa hidup tidak menyerap warna sedangkan spermatozoa mati menyerap warna (kepala spermatozoa berwarna merah).  Abnormalitas spermatozoa diamati terhadap bentuk morfologi spermatozoa yang tidak normal baik abnormalitas primer maupun sekunder.
3.     Persentasi spermatozoa X dan Y baik sebelum maupun sesudah separasi dilakukan dengan teknik pengukuran secara morfometrik terhadap luas kepala spermatozoa minimal 200 sperma untuk sperma kontrol dan minimal 100 sperma untuk sperma hasil separasi.
Variabel pendukung :
1.     Pemeriksaan makroskopis (volume, warna, konsistensi, pH, dan bau semen) terhadap semen ejakulat.
2.     Pemeriksaan mikroskopis (gerakan massa, motilitas, konsentrasi, viabilitas dan abnormalitas spermatozoa) terhadap semen ejakulat.
3.     Konsentrasi spermatozoa hasil separasi
4.     Motilitas spermatozoa setelah sentrifugasi
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan Analisis Of Variance (ANOVA), bila terdapat perbedaan nyata (P<0,05) dilanjutkan dengan uji Fisher’s LSD.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Semen Segar
Evaluasi terhadap semen baik secara makroskpis maupun mikroskopis dilakukan segera setelah proses penampungan semen. Hasil evaluasi  menunjukkan bahwa semen yang diperoleh dari 4 kali penampungan mempunyai kualitas yang cukup baik, sehingga layak untuk digunakan dalam proses pemisahan spermatozoa.  Hasil  rataan  dari  4  kali  penampungan semen babi VDL diperlihatkan dalam Tabel 1.
Proses Separasi
Semen yang layak untuk digunakan kemudian dicuci dengan menggunakan medium BO dan disentrifuse. Selama proses sentrifugasi dilakukan pembuatan konsentrasi albumin dengan level yang berbeda. Sperma hasil pengenceran dengan medium BO di amati persentase motilitasnya dan jika motilitas >60% maka dapat dilanjutkan ketahap separasi, yakni sperma dimasukkan kedalam masing-masing tabung konsentrasi albumin.
Pada 15 menit pertama separasi, sperma pada setiap konsentrasi albumin mulai menembusi lapisan 10% yang terdapat dibawahnya. Pada menit ke-30, sperma pada konsentrasi 10 dan 30% sudah banyak menembusi lapisan 30% dan pada konsentrasi 10 dan 40% masih sedikit sperma yang menembusi lapisan 40% sedangkan konsentrasi 10 dan 50% serta 10 dan 60% masih belum ditembusi sperma pada lapisan bawah 50 dan 60%. Pengamatan separasi pada menit ke-45 memperlihatkan dimana sudah banyak sperma yang menembusi lapisan bawah 30 dan 40% namun masih sedikit sperma yang menembusi lapisan bawah 50 dan 60%. Pada akhir separasi, masing-masing konsentrasi membentuk 3 lapisan yakni lapisan encer bagian paling atas (sperma sisa), lapisan padat sperma bagian tengah (lapisan 10%) dan lapisan sperma padat hingga encer pada bagian bawah (lapisan 30,40,50 dan 60%).
Hasil ini sesuai dengan pernyataan Ningsih (2007) yakni banyak sperma Y yang memiliki motilitas lebih tinggi akan lebih dahulu menembusi lapisan yang lebih kental pada awal separasi sedangkan dengan berjalannya waktu inkubasi, konsentrasi sperma Y akan berkurang karena mulai masuknya spermatozoa X pada konsentrasi tersebut, namun semakin tinggi konsentrasi albumin akan semakin sukar bagi sperma untuk menembusinya.
Sperma hasil separasi dipisahkan masing-masing menurut lapisan konsentrasi albuminnya, kemudian dicuci menggunakan medium BO dan disentrifugasi. Setelah sentrifugasi larutan supernatan dibuang dan ditambahkan lagi medium BO selanjutnya dilakukan pengujian kualitas dan perhitungan luas kepala sperma.
Motilitas Spermatozoa Hasil Separasi
Motilitas adalah kemampuan spermatozoa untuk bergerak maju (progresif). Daya gerak progresif sangat menentukan kualitas spermatozoa dalam hubungannya dengan kemampuan fertilisasi spermatozoa. Energi yang digunakan untuk pergerakan spermatozoa tersimpan dalam bentuk ATP. Senyawa ini akan dihidrolisis oleh suatu molekul protein besar, dynein yang terdapat pada mikrotubul bagian luar. Hidrolisis ATP oleh dynein akan menghasilkan energi bagi gerakan mekanik meluncur atau melilit mikrotubul. Mikrotubul bagian dalam atau pusat berfungsi sebagai alat pacu gerakan silia (Saili, 1999).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa motilitas spermatozoa setelah separasi mengalami penurunan yang sangat nyata (P < 0,01) terlihat pada semua perlakuan. Fraksi atas pada semua perlakuan tidak berbeda nyata P1 (6,50±0,58); P2(6,25±0,96); P3(6,00±0,82); P4(5,75±0,50), demikian juga terjadi pada P1 (4,75±0,50) dan P2 (4,00±0,82) pada fraksi bawah, namun berbeda sangat nyata dibanding P3 (3,25±0,50) dan P4 (3,00±0,82), Tabel 3.
Persentase motilitas spermatozoa pada semen segar setelah pencucian mengalami sedikit penurunan. Penurunan nilai persentase motilitas ini masih wajar walaupun permatozoa telah mengalami perlakuan pencucian dengan cara disentrifugasi dan plasma semen diganti dengan medium BO. Proses pencucian yang berakibat pada pengurangan konsentrasi plasma semen dan menggantinya dengan medium BO merupakan faktor yang menyebabkan menurunnya nilai motilitas spermatozoa, bila dihubungkan dengan ketersediaan sumber energi bagi spermatozoa, walaupun di dalam medium BO itu sendiri terdapat glukosa (Saili dkk., 2000).
Harrison et al. (1978) melaporkan bahwa motilitas spermatozoa akan menurun jika plasma semennya diganti dengan medium lain. Selain itu, kerusakan membran plasma akan berpengaruh langsung terhadap ketersediaan sumber energi bagi pergerakan spermatozoa yang pada akhirnya akan menurunkan persentase spermatozoa motil. Motilitas spermatozoa pada penelitian ini menurun dari 73±3% menjadi 65±4,08% setelah dibiarkan selama 2 jam dengan suhu yang sama pada proses pemisahan. Hal ini sejalan dengan penelitian Saili (1999) dimana penurunan motilitas spermatozoa dengan medium BO tanpa mengalami proses pemisahan menurun dari 75 % menjadi 65%.
Persentase motilitas spermatozoa setelah pemisahan mengalami penurunan drastis dimana kebanyakan spermatozoa bergerak ditempat (vibra). Hal ini diduga disebabkan oleh daya gerak dan jarak yang ditempuh spermatozoa untuk menembusi lapisan albumin yang berhubungan erat dengan jumlah penggunaan energi. Spermatozoa yang banyak menggunakan energi akan menurunkan motilitas sampai tidak bergerak walaupun spermatozoa tersebut belum mati (Saili, 1999).
Penurunan persentase motilitas spermatozoa setelah pemisahan juga diduga karena sperma babi tidak tahan terhadap medium albumin, waktu separasi yang panjang (satu jam) didalam lapisan albumin, kecepatan dan lama sentrifugasi yang mengakibatkan sperma kehilangan banyak energi sehingga menurunkan tingkat motilitas spermatozoa tersebut.
Viabilitas Spermatozoa Hasil Separasi
Persentase viabilitas spermatozoa babi hasil separasi dapat dinilai dengan menggunakan zat pewarna eosin-negrosin. Permukaan spermatozoa dibungkus oleh suatu membran lipoprotein yang mana bila spermatozoa mati akan meningkatkan permeabilitas membrannya terutama di daerah pangkal kepala (Feradis, 2010). Hal ini merupakan dasar pewarnaan semen dimana spermatozoa yang hidup tidak akan menyerap zat warna sehingga tetap bening sedangkan spermatozoa yang mati akan menyerap warna sehingga berwarna merah.                               
Hasil penelitian menunjukkan bahwa viabilitas spermatozoa setelah separasi baik fraksi atas maupun bawah mengalami penurunan dibanding spermatozoa sebelum separasi namun viabilitas spermatozoa sebelum separasi tidak berbeda nyata dengan fraksi atas dan bawah pada semua perlakuan kecuali fraksi bawah pada perlakuan kedua, Tabel 2. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil yang dilaporkan Enok (2006), bahwa ada penurunan viabilitas spermatozoa ejakulat dengan spermatozoa hasil separasi baik fraksi atas maupun bawah berturut-turut 90,38; 84,31 dan 82,25%. Hal ini diduga disebabkan oleh sejumlah perlakuan pemisahan dan jarak yang harus ditempuh oleh spermatozoa sehingga banyak energi yang dikeluarkan dan membuat sperma kehilangan tenaga bahkan mati.
Abnormalitas Spermatozoa Hasil Separasi
Dalam penelitian ini, ditemukan abnormalitas spermatozoa berupa macrocephalic, kepala menyempit, kepala melebar, ekor melipat, kepala tanpa ekor, ekor tanpa kepala dan sitoplasmic droplet.  Abnormalitas spermatozoa setelah separasi mengalami penurunan dibandingkan dengan abnormalitas sebelum separasi namun penurunan kualitas ini tidak menunjukkan perbedaan nyata baik pada fraksi atas maupun bawah pada semua perlakuan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.
Hasil ini sedikit berbeda dengan hasil yang dilaporkan Afiati (2004), bahwa ada penurunan persentase abnormalitas sperma yang tidak dipisahkan (2,17%) lebih rendah dibanding persentase abnormalitas sperma X (6,32%) dan sperma Y (7,91%).  Hal ini diduga dikarenakan medium albumin tidak berpengaruh terhadap morfologi sperma sedangkan penurunan kualitas ini dimungkinkan karena adanya perlakuan pada saat penampungan hingga evaluasi sperma hasil separasi.
Hasil Evaluasi Spermatozoa Secara Morfometrik
Untuk membedakan sperma yang diprediksi sebagai sperma X dan Y, maka nilai dari setiap luas kepala sperma pada setiap perlakuan dibandingkan dengan nilai rata-rata luas kepala sperma kontrol. Nilai yang lebih kecil dari rata-rata luas kepala sperma kontrol digolongkan sperma Y sedangkan yang lebih besar digolongkan sperma X (Saili, 1999).
Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa rata-rata spermatozoa dengan ukuran luas kepala <34,445 µm2 termasuk spermatozoa Y, sedangkan spermatozoa dengan ukuran luas kepala >34,445 µm2 termasuk spermatozoa X, Tabel 3.
Hasil analisis menunjukkan bahwa baik medium dengan konsentrasi albumin 30, 40, 50 maupun 60% mampu mengubah proporsi perolehan spermatozoa dari kondisi normal (kontrol). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada perbedaan nyata (P<0,05) proporsi spermatozoa X : Y pada kontrol PO (51,68 : 48,32±2,66) dengan semua perlakuan baik pada fraksi atas P1(74,02 : 25,98±5,65); P2(64,14 : 35,86±3,41); P3(62,29 : 37,71±3,98); dan P4(59,26 : 40,74±4,33) dan fraksi bawah P1(38,13 : 61,87±7,69); P2(35,48 : 64,52±6,11); P3(30,37 : 69,63±4,93); dan P4(26,41 : 73,59±4,54). Hasil penelitian juga menunjukkan  bahwa fraksi semen dengan konsentrasi spermatozoa Y yang tertinggi terdapat pada B60 dengan nilai 73,59% sedangkan fraksi semen dengan konsentrasi spermatozoa X yang tertinggi terdapat pada A30 dengan nilai 74,02%.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Afiati (2004) yang melaporkan adanya perbedaan nyata proporsi spermatozoa X:Y pada sperma kontrol (43 : 57) dengan fraksi atas kolom albumin 30% (80,88 : 19,21) dan fraksi bawah (41,80 : 58,82). Saili (1999) melaporkan bahwa penggunaan albumin sebagai media pemisah spermatozoa mampu mengubah proporsi perolehan spermatozoa X : Y dari (50,50 : 49,50) menjadi (71 : 29) pada fraksi atas dan (26,50 : 73,50) pada fraksi bawah kolom albumin 50%.
Hal ini terjadi karena dengan tingginya konsentrasi albumin pada B60 menyebabkan hanya spermatozoa dengan motilitas tinggi dan luas kepala yang lebih kecil yang mampu menembusinya. Sebaliknya, dengan rendahnya perbandingan konsentrasi albumin pada A30 menyebabkan banyak spermatozoa motil yang dapat menembusinya sehingga hanya sedikit spermatozoa dengan motilitas tinggi dan luas kepala lebih kecil yang tertahan di lapisan tersebut. Goodal dan Roberts (1976) menyatakan bahwa spermatozoa Y lebih motil dibanding spermatozoa X. Selain itu, hasil penelitian Ke-Hui Cui dan Matthew (1993) menunjukkan bahwa ukuran luas kepala spermatozoa X 6 % lebih besar dibanding spermatozoa Y. Dengan adanya perbedaan ini, maka dapat diperkirakan bahwa berat dan kecepatan geraknya juga akan berbeda.

SIMPULAN
Motilitas spermatozoa hasil separasi tidak berada pada kisaran kualitas spermatozoa untuk tujuan inseminasi secara invivo. Viabilitas dan abnormalitas spermatozoa babi tidak mengalami penurunan kualitas yang nyata setelah separasi dengan media albumin.
Penggunaan albumin sebagai media pemisah spermatozoa babi cukup efektif untuk mengubah rasio perolehan sperma normal X : Y (51,68:48,32) pada semua perlakuan dengan konsentrasi albumin bertingkat 10 : 30; 40; 50; dan 60% dimana sperma X tertinggi terdapat pada fraksi atas kolom albumin 30% (74,02%) dan sperma Y tertinggi terdapat pada fraksi bawah kolom albumin 60% (73,59%).

UCAPAN TERIMA KASIH
Terimakasih disampaikan kepada Ir. Petrus Kune, MSi, Ponty Lape, S.Pt dan Piter Ly, S.Pt atas segala bantuannya pada saat penelitian. Terimakasih juga diucapkan kepada Dr. Ir. Thomas Mata Hine, MSi, Dr. Ir. W. M. Nalley, MS dan Prof. Ir. H. L. L. Belli, MS, Ph.D atas segala saran dalam penyempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
Afiati F. 2004. Proporsi dan Karakteristik Spermatozoa X dan Y Hasil Separasi Kolom Albumin. Media Peternakan 27 (1) : 16-20.
Cole  HH,  Cupps  PT.  1997.  Reproduction  in  farm  domestic  animal.   3 th   Ed. Academic Press Inc.
Enok Mardiyah. 2006. Pemisahan sperma pembawa kromosom X dan Y Sapi dengan Kolom Media Pemisah Albumin. Prosiding temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian. Hal. 225-231.
Feradis. 2010. Reproduksi ternak. Ed. 1. Alfabeta. Bandung.
Gadea  J.  2003.  Semen  extenders  used  in  the  artificial  insemination  of  swine. Spanish Journal of Agricultural Research 1 (2) : 17-27.
Goodall H. and  A. M. Roberts.  1976.   Difference in   motility  of  human  X and Y bearing spermatozoa. J. Rep. Fert. 48:433-436.
Hafez E. S. E. 2000. Reproduction in farm animals. 7th ed. Lea and Febiger. Philadelphia.
Hamano Koh-Ichi. 2007. Sex preselection in bovine by separation of X- and Y- chromosome bearing spermatozoa. J. Rep. and Development 53 (1) : 27-38.
Henri. 1992. Usaha mengubah rasio sperma X & Y dengan metode kolom menggunakan  larutan  BSA dan penilaian angka   kebuntingan   serta   perbandingan   jenis   kelamin   anak   pada kambing. (Tesis).  IPB. Bogor. 
Ke-hui Cui. 1997. Size differences between human X and Y spermatozoa and prefertilization diagnosis. Molecular Human Reproduction 3 (1) : 61-67.
Ningsih Zuliati. 2007. Proporsi spermatozoa X dan Y kambing Peranakan Etawa (PE) dengan konsentrasi putih telur dan lama inkubasi. (Skripsi). Universitas Islam Negeri Malang. Malang.
Rozeboom K. J. 2000. Evaluating boar semen quality. Publication of Department of Animal Science North Carolina State University. Carolina.
Saili T. 1999. Efektivitas penggunaan albumin sebagai medium separasi dalam upaya mengubah rasio alamiah spermatozoa pembawa kromosom X dan Y pada sapi. (Tesis). IPB. Bogor.
Saili T., Mozes R. Toelihere, Arief Boediono dan Baharuddin Tappa. 2000. Effectivity of albumin as separation media  for X and Y chromosome-bearing bovine spermatozoa. Journal Hayati IPB 7 (4) : 106-109.
Sumardani N. L. G. 2007. Viabilitas dan fertilitas spermatozoa dalam modifikasi pengencer BTS dan Zorlesco dengan penyimpanan berbeda dalam rangkaian inseminasi buatan pada babi. (Tesis). IPB. Bogor.
Toelihere M. R. 1993. Inseminasi buatan pada ternak. Angkasa. Bandung.



Tabel 1. Nilai Karakteristik Semen Segar Babi
Karakteristik semen
Nilai rataan
Hasil Penelitian Lain
Nilai
Peneliti
Volume (ml)
108,75±15,48
100 - 500
Rozeboom, 2000
pH
6,88±0,15
7,4 ± 0,2
Gadea, 2003
Motilitas (%)
73±3
50-80%
Hafez, 2000
Konsentrasi (106 sel/ml)
527,5±23,63
200-600
Cole dan Cupps, 1997
Viabilitas (%)
87,87±1,07
87,70±6,34
Sumardani, 2007
Abnormalitas (%)
17,83±2,01
< 20%
Toelihere, 1993

Tabel 2. Rataan Konsentrasi dan Persentase Motilitas Spermatozoa berbagai
Fraksi dari Beberapa Kombinasi Konsentrasi Medium Pemisahan
Perlakuan
Fraksi Semen
Konsentrasi (juta/ml)
Motilitas
(%)
Viabilitas
(%)
Abnormalitas (%)
Kontrol
(PO)
SS
527,50±23,63
73,00±3,00
87,87±01,07x
17,83±02,01z
S1
132,50±5,00
65,00±4,08a


P1
A30
62,50±5,00
6,50±0,58b
87,13±04,67x
22,27±08,52z
B30
52,50±5,00
4,75±0,50bcd
82,29±04,48xy
21,91±12,03z
P2
A40
75,00±5,77
6,25±0,96b
78,77±04,29xy
24,61±10,06z
B40
45,00±5,77
4,00±0,82bcde
77,61±04,74y
22,63±07,25z
P3
A50
85,00±5,77
6,00±0,82b
79,87±03,89xy
22,93±05,02z
B50
35,00±5,77
3,25±0,50cde
79,38±04,32xy
21,99±09,46z
P4
A60
82,50±15,00
5,75±0,50bc
82,97±06,02xy
23,65±09,72z
B60
25,00±5,77
3,00±0,82de
81,84±11,60xy
20,54±10,52z
a,b,c,d,e superskrip berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan  berbeda sangat nyata (P<0,01); x,y,z superskrip berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
Keterangan: SS: Semen segar (kontrol); S1: Semen setelah dicuci dengan cara sentrifugasi; A30: Semen fraksi atas 10:30%; B30: Semen fraksi bawah 10:30%; A40: Semen fraksi atas 10:40%; B40: Semen fraksi bawah 10:40%; A50: Semen fraksi atas 10:50%; B50: Semen fraksi bawah 10:50%; A60: Semen fraksi atas 10:60%; B60: Semen fraksi bawah 10:60%.

Tabel 3. Persentase Spermatozoa didalam Berbagai Fraksi Semen yang Diprediksi Membawa Kromosom X dan Y sesuai Luas Kepalanya.
Perlakuan
Fraksi Semen
Luas Kepala Sperma (Rataan ± SD, µm)
Persentase Jenis Spermatozoa
X
Y
PO
S1
34,445±0,274
51,68±2,66a
48,32±2,66a
P1
A30
36,163±0,502
74,02±5,65b
25,98±5,65c
B30
33,607±0,350
38,13±7,69c
61,87±7,69d
P2
A40
35,429±0,347
64,14±3,41d
35,86±3,41b
B40
33,508±0,386
35,48±6,11c
64,52±6,11d
P3
A50
35,034±0,111
62,29±3,98d
37,71±3,98b
B50
33,399±0,408
30,37±4,93ce
69,63±4,93df
P4
A60
35,342±0,380
59,26±4,33d
40,74±4,33b
B60
33,035±0,132
26,41±4,54e
73,59±4,54f
a,b,c,d,e,f superskrip berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P < 0,05)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar