SEPARATION
SPERMATOZOA X AND Y USING ALBUMIN WITH DIFFERENT LEVEL AS MEDIUM SEPARATION IN
BOAR’S SPERM
I MADE ADI SUDARMA, WILMINTJE MARLENE NALLEY, DAN
HENDERLINA LAURA L. BELLI
Laboratorium Biologi Reproduksi dan Kesehatan Hewan,
Fakultas Peternakan, Undana
Jl. Bumi II, No.1, Oesapa Selatan – Kupang, e-mail :
adi_dharma17@yahoo.com
separation sperm process |
ABSTRAK
Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan albumin dengan level yang
berbeda terhadap separasi spermatozoa X dan Y sebagai media pemisah spermatozoa
babi. Separasi spermatozoa menggunakan konsentrasi albumin yang berbeda dengan
empat perlakuan yaitu perbandingan fraksi atas dan bawah 10 dan 30%, 10 dan
40%, 10 dan 50%, serta 10 dan 60% selama 1 jam. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa proporsi spermatozoa X terbanyak terdapat pada fraksi
atas untuk semua perlakuan, demikian juga pada spermatozoa Y terbanyak terdapat
pada fraksi bawah untuk semua perlakuan. Proporsi spermatozoa X : Y
dari semen segar (51,68 : 48,32±2,66) berbeda nyata
(P < 0,05) dibandingkan setiap perlakuan pada fraksi atas P1(74,02 : 25,98±5,65);
P2(64,14 : 35,86±3,41);
P3(62,29 : 37,71±3,98);
dan P4(59,26 : 40,74±4,33)) dan fraksi
bawah P1(38,13 : 61,87±7,69); P2(35,48 :
64,52±6,11);
P3(30,37 : 69,63±4,93);
dan P4(26,41 : 73,59±4,54)). Viabilitas dan abnormalitas spermatozoa hasil separasi
tidak berbeda nyata antar perlakuan. Konsentrasi
spermatozoa hasil separasi terbanyak terdapat pada fraksi atas dibanding fraksi
bawah setiap perlakuan. Spermatozoa
babi tidak tahan terhadap serangkaian perlakuan dari proses pencucian hingga
proses separasi didalam medium albumin yang mengakibatkan menurunnya tingkat
motilitas spermatozoa dari 73±3% menjadi 6,5±0,58% pada fraksi atas perlakuan
pertama hingga 3±0,82% pada fraksi bawah perlakuan keempat pada tahap akhir
separasi. Simpulan yang dapat diambil adalah perlakuan terbaik
untuk mendapatkan spermatozoa X terdapat pada konsentrasi 10 dan 30% sedangkan
untuk mendapatkan spermatozoa Y terdapat pada konsentrasi 10 dan 60%,
spermatozoa hasil separasi baik fraksi atas maupun bawah memiliki motilitas
yang sangat rendah.
Kata kunci : spermatozoa
babi, separasi, albumin, motilitas
ABSTRACK
The aims of this
research were to study the effect of using
albumin with different level to separate spermatozoa X and Y as medium
separate boar’s sperm. Sperm separated using different level of albumin with 4
treatments,
that are ratio of up fraction than
bottom fraction 10 and 30% , 10 and 40%, 10 and 50%, 10 and 60% during 1 hour.
The result showed that the best proportion of X sperm
were by up fraction in all treatments, and also the best proportion of Y sperm
were by bottom fraction in all treatments. The proportion of X :
Y from fresh semen (51,68 : 48,32±2,66) were different
(P < 0,05) compare to each treatment of up fraction (P1(74,02 : 25,98±5,65);
P2(64,14 : 35,86±3,41);
P3(62,29 : 37,71±3,98);
and
P4(59,26 : 40,74±4,33))
and also bottom fraction (P1(38,13 : 61,87±7,69);
P2(35,48 : 64,52±6,11);
P3(30,37 : 69,63±4,93);
and
P4(26,41 : 73,59±4,54)).
Viability and abnormality of sperm after separated were
not different to each treatment. The sperm concentrate after separate at up
fraction is more than bottom fraction in all treatment. The boar sperm was
not dofend to a series of treatment from washing process until separate process
within albumin medium that resulted in decrease the sperm motility from 73±3%
to 6,5±0,58% in up fraction at first treatment upto 3±0,82% in bottom fraction
at fourth treatment in the end of separate. The conclude to take were the best treatment to get
the X sperm were by concentrate 10 and 30% where as to get
the Y sperm were by concentrate 10 and 60%, the sperm after separated include
up and bottom fraction were had the very low motility.
Key word : boar’s
sperm, separate, albumin, motility
PENDAHULUAN
Ternak babi merupakan jenis ternak yang
cukup penting bagi para peternak kecil di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Secara tradisional ternak babi memainkan peran penting dalam berbagai kegiatan
sosial, budaya, keagamaan dan sebagai sumber protein dalam kehidupan masyarakat
NTT khususnya di daratan Sumba. Pemanfaatan faktor-faktor produksi termasuk
penerapan bioteknologi secara efisien dan efektif sangat diperlukan dalam usaha
peternakan babi. Salah satu penerapan bioteknologi dalam bidang reproduksi yang
sudah cukup banyak dimanfaatkan adalah teknologi separasi (pemisahan)
spermatozoa.
Separasi
spermatozoa X dan Y yang digunakan dalam menentukan jenis kelamin ternak
sebelum dilahirkan didasarkan atas adanya keuntungan ekonomis dan efisiensi.
Sekarang ini, penggunaan separasi spermatozoa yang mudah dan ekonomis sudah
banyak digunakan, sudah lebih dari 50 kelinci dilahirkan dengan jenis kelamin
yang sudah ditentukan dan diperkirakan sekitar 30000 hewan telah dilahirkan
menggunakan sperma hasil separasi. (Hamano, 2007).
Separasi
spermatozoa adalah suatu metoda yang digunakan untuk mengubah proporsi
perolehan spermatozoa yang berkromosom sejenis (X atau Y) dengan metode
tertentu, sehingga berubah dari proporsi normal (rasio alamiah), 50 persen
banding 50 persen (Henri, 1992). Dengan adanya bioteknologi reproduksi ini,
para peternak pada pembibitan ternak babi dapat menentukan jenis kelamin anak
untuk memenuhi permintaan konsumen. Selain itu, peternak juga biasanya lebih
berharap memperoleh jumlah ternak babi betina yang lebih banyak dibandingkan
ternak jantan untuk dapat diseleksi dan digunakan sebagai pengganti induk
betina yang akan diafkir.
Separasi spermatozoa
didasarkan pada perbedaan luas kepala sperma, panjang kepala dan kandungan DNA
serta gerakan spermatozoa. Dimana spermatozoa Y memiliki luas kepala yang lebih
kecil dan ringan dibanding spermatozoa X, ukuran panjang kepala spermatozoa Y
lebih pendek dengan kandungan DNA yang lebih rendah dan gerakan yang lebih
cepat dibanding spermatozoa X (Saili, 1999)
Metode separasi
spermatozoa yang sudah banyak diteliti dan
berhasil dilakukakan adalah metode albumin column menggunakan
larutan BSA (Bovine Serum Albumin),
namun karena harga BSA yang kurang ekonomis maka dalam penelitian ini diganti
dengan penggunaan albumin telur sebagai media pemisah spermatozoa. Hafez (2000)
menyatakan bahwa pemisahan spermatozoa X dan Y dengan menggunakan metode kolom
yang mengandung larutan BSA didasarkan pada perbedaan motilitas (kecepatan
pergerakan) antara spermatozoa X dan Y dalam menembus larutan yang mengandung
albumin. Penggunaan putih telur secara umum tanpa membedakan bagiannya
(albumin) sebagai medium pemisahan spermatozoa dianggap cukup layak (Saili dkk.,
2000).
Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan albumin dengan level yang
berbeda sebagai media pemisah dalam separasi spermatozoa X dan Y pada ternak
babi serta untuk mengetahui motilitas, viabilitas dan abnormalitas spermatozoa
babi yang telah mengalami proses pemisahan dengan menggunakan medium albumin.
MATERI DAN METODE
Penelitian ini
dilaksanakan di Laboratorium Biologi Reproduksi dan Kesehatan Hewan Fakultas
Peternakan Undana, Jl. Adi Sucipto, Penfui-Kupang.
Bahan dan alat
yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen babi VDL, albumin
telur, eosin 2.0%, eosin-negrosin, aquabidest, alkohol 70%, medium BO (Bracket Oliphant), botol penampung,
corong gelas, saringan, gelas ukur, kertas lakmus, pipet, objek glass, cover
glass, pipet haemocytometer dan kamar hitung Neubauer, pemanas, counter, inferted mikroskop, timbangan analitik, spatula, magnetic stirrer, tabung Erlenmeyer,
cawan petri, pipet berskala, tabung reaksi, rak tabung, centrifuge, gelas beacker,
mikro pipet dan spoid disposible.
Prosedur
Penelitian
Persiapan Alat dan Bahan. Alat dan bahan yang diperlukan untuk evaluasi semen dan
separasi spermatozoa disiapkan sehari sebelum pelaksanaan penelitian. Pembuatan
medium BO dilakukan 12 jam sebelum digunakan dalam proses separasi. Pembuatan konsentrasi
albumin dengan level yang berbeda dilakukan pada saat pencucian semen.
Penyiapan Semen. Semen ditampung pada pagi hari kemudian dibawa ke laboratorium untuk
dievaluasi secara makroskopis (volume, konsistensi, warna, pH dan bau) dan
mikroskopis (gerakan massa, persentase motilitas, konsentrasi, persentasi
viabilitas dan persentase abnormalitas).
Separasi Spermatozoa. Metode pemisahan spermatozoa dilakukan menurut Saili
(1999), dengan prosedur sebagai berikut : semen ejakulat dicuci dengan cara
penambahan medium BO dan disentrifugasi dengan kecepatan 2500 rpm selama 10
menit. Endapan spermatozoa yang diperoleh diencerkan dengan menambahkan medium
BO hingga konsentrasi 100 juta sel motil/mL. Satu milliliter sampel spermatozoa
dimasukkan kedalam masing-masing tabung yang telah berisi kolom albumin
bertingkat sesuai perlakuan, kemudian dibiarkan pada suhu ruang selama satu
jam. Sisa sperma yang tidak turun pada bagian atas dikeluarkan dan fraksi semen
bagian atas dipisahkan dari fraksi semen bagian bawah dengan cara menyedot
masing-masing fraksi menggunakan spoid dan ditampung dalam tabung centrifuge, kemudian dicuci menggunakan
medium BO dengan sentrifugasi pada kecepatan 2500 rpm selama 10 menit.
Evaluasi Spermatozoa secara Morfometrik. Preparat ulas sperma dibuat dari masing-masing fraksi
semen dengan pewarnaan menggunakan eosin-negrosin, selanjutnya pengukuran luas
kepala sperma dilakukan menggunakan inferted mikroskop pembesaran 40x. Pengukuran
ini dilakukan menggunakan tools pengukuran luas (outline) dengan jalan
melingkari luas pinggir kepala sperma yang sudah diperbesar menggunakan bantuan
tools navigator dengan pembesaran 500%. Jumlah sperma yang dihitung dari
masing-masing fraksi minimal 100 sel sperma dengan kontrol sebanyak minimal 200
sperma. Sel sperma dikategorikan sebagai sperma X jika luas ukuran kepala lebih
besar dari kontrol sedangkan bila berukuran lebih kecil dari kontrol
dikategorikan sebagai sperma Y (Saili, 1999).
Variabel
yang diukur
Variabel
utama :
1.
Persentase
motilitas spermatozoa hasil separasi yang diamati pada setiap fraksi terhadap
spermatozoa yang bergerak progresif yang ditentukan secara subjektif pada
sepuluh lapang pandang berbeda.
2.
Viabilitas
dan abnormalitas spermatozoa hasil separasi dilakukan menggunakan preparat ulas
dengan pewarnaan eosin-negrosin. Viabilitas spermatozoa diketahui dengan jalan
mengamati kepala spermatozoa dimana spermatozoa hidup tidak menyerap warna
sedangkan spermatozoa mati menyerap warna (kepala spermatozoa berwarna merah). Abnormalitas spermatozoa diamati terhadap
bentuk morfologi spermatozoa yang tidak normal baik abnormalitas primer maupun
sekunder.
3. Persentasi
spermatozoa X dan Y baik sebelum maupun sesudah separasi dilakukan dengan
teknik pengukuran secara morfometrik terhadap luas kepala spermatozoa minimal
200 sperma untuk sperma kontrol dan minimal 100 sperma untuk sperma hasil separasi.
Variabel pendukung :
1. Pemeriksaan makroskopis (volume, warna, konsistensi,
pH, dan bau semen) terhadap semen ejakulat.
2. Pemeriksaan mikroskopis (gerakan massa, motilitas,
konsentrasi, viabilitas dan abnormalitas spermatozoa) terhadap semen ejakulat.
3. Konsentrasi spermatozoa hasil separasi
4. Motilitas spermatozoa setelah sentrifugasi
Rancangan
Percobaan dan Analisis Data
Rancangan
percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan Analisis Of Variance (ANOVA),
bila terdapat perbedaan nyata (P<0,05) dilanjutkan dengan uji Fisher’s LSD.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Karakteristik Semen Segar
Evaluasi
terhadap semen baik secara makroskpis maupun mikroskopis dilakukan segera
setelah proses penampungan semen. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa semen yang diperoleh dari 4
kali penampungan mempunyai kualitas yang cukup baik, sehingga layak untuk digunakan
dalam proses pemisahan spermatozoa.
Hasil rataan dari 4 kali
penampungan semen babi VDL diperlihatkan dalam Tabel 1.
Proses Separasi
Semen yang layak
untuk digunakan kemudian dicuci dengan menggunakan medium BO dan disentrifuse.
Selama proses sentrifugasi dilakukan pembuatan konsentrasi albumin dengan level
yang berbeda. Sperma hasil pengenceran dengan medium BO di amati persentase
motilitasnya dan jika motilitas >60% maka dapat dilanjutkan ketahap
separasi, yakni sperma dimasukkan kedalam masing-masing tabung konsentrasi
albumin.
Pada 15 menit
pertama separasi, sperma pada setiap konsentrasi albumin mulai menembusi
lapisan 10% yang terdapat dibawahnya. Pada menit ke-30, sperma pada konsentrasi
10 dan 30% sudah banyak menembusi lapisan 30% dan pada konsentrasi 10 dan 40%
masih sedikit sperma yang menembusi lapisan 40% sedangkan konsentrasi 10 dan
50% serta 10 dan 60% masih belum ditembusi sperma pada lapisan bawah 50 dan
60%. Pengamatan separasi pada menit ke-45 memperlihatkan dimana sudah banyak
sperma yang menembusi lapisan bawah 30 dan 40% namun masih sedikit sperma yang
menembusi lapisan bawah 50 dan 60%. Pada akhir separasi, masing-masing
konsentrasi membentuk 3 lapisan yakni lapisan encer bagian paling atas (sperma
sisa), lapisan padat sperma bagian tengah (lapisan 10%) dan lapisan sperma
padat hingga encer pada bagian bawah (lapisan 30,40,50 dan 60%).
Hasil ini sesuai
dengan pernyataan Ningsih (2007) yakni banyak sperma Y yang memiliki motilitas
lebih tinggi akan lebih dahulu menembusi lapisan yang lebih kental pada awal
separasi sedangkan dengan berjalannya waktu inkubasi, konsentrasi sperma Y akan
berkurang karena mulai masuknya spermatozoa X pada konsentrasi tersebut, namun
semakin tinggi konsentrasi albumin akan semakin sukar bagi sperma untuk
menembusinya.
Sperma hasil
separasi dipisahkan masing-masing menurut lapisan konsentrasi albuminnya,
kemudian dicuci menggunakan medium BO dan disentrifugasi. Setelah sentrifugasi
larutan supernatan dibuang dan ditambahkan lagi medium BO selanjutnya dilakukan
pengujian kualitas dan perhitungan luas kepala sperma.
Motilitas Spermatozoa Hasil Separasi
Motilitas adalah
kemampuan spermatozoa untuk bergerak maju (progresif). Daya gerak progresif
sangat menentukan kualitas spermatozoa dalam hubungannya dengan kemampuan
fertilisasi spermatozoa. Energi yang digunakan untuk pergerakan spermatozoa
tersimpan dalam bentuk ATP. Senyawa ini akan dihidrolisis oleh suatu molekul
protein besar, dynein yang terdapat
pada mikrotubul bagian luar. Hidrolisis ATP oleh dynein akan menghasilkan energi bagi gerakan mekanik meluncur atau
melilit mikrotubul. Mikrotubul bagian dalam atau pusat berfungsi sebagai alat
pacu gerakan silia (Saili, 1999).
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa motilitas spermatozoa setelah separasi mengalami penurunan
yang sangat nyata (P < 0,01) terlihat pada semua perlakuan. Fraksi atas pada
semua perlakuan tidak berbeda nyata P1 (6,50±0,58); P2(6,25±0,96);
P3(6,00±0,82); P4(5,75±0,50), demikian juga terjadi pada P1 (4,75±0,50) dan P2
(4,00±0,82) pada fraksi bawah, namun berbeda sangat nyata dibanding P3 (3,25±0,50)
dan P4 (3,00±0,82), Tabel 3.
Persentase
motilitas spermatozoa pada semen segar setelah pencucian mengalami sedikit
penurunan. Penurunan nilai persentase motilitas ini masih wajar walaupun
permatozoa telah mengalami perlakuan pencucian dengan cara disentrifugasi dan
plasma semen diganti dengan medium BO. Proses pencucian yang berakibat pada
pengurangan konsentrasi plasma semen dan menggantinya dengan medium BO
merupakan faktor yang menyebabkan menurunnya nilai motilitas spermatozoa, bila
dihubungkan dengan ketersediaan sumber energi bagi spermatozoa, walaupun di
dalam medium BO itu sendiri terdapat glukosa (Saili dkk., 2000).
Harrison et al. (1978) melaporkan bahwa motilitas
spermatozoa akan menurun jika plasma semennya diganti dengan medium lain.
Selain itu, kerusakan membran plasma akan berpengaruh langsung terhadap
ketersediaan sumber energi bagi pergerakan spermatozoa yang pada akhirnya akan
menurunkan persentase spermatozoa motil. Motilitas spermatozoa pada penelitian
ini menurun dari 73±3% menjadi 65±4,08% setelah dibiarkan selama 2 jam dengan
suhu yang sama pada proses pemisahan. Hal ini sejalan dengan penelitian Saili
(1999) dimana penurunan motilitas spermatozoa dengan medium BO tanpa mengalami
proses pemisahan menurun dari 75 % menjadi 65%.
Persentase
motilitas spermatozoa setelah pemisahan mengalami penurunan drastis dimana
kebanyakan spermatozoa bergerak ditempat (vibra). Hal ini diduga disebabkan
oleh daya gerak dan jarak yang ditempuh spermatozoa untuk menembusi lapisan
albumin yang berhubungan erat dengan jumlah penggunaan energi. Spermatozoa yang
banyak menggunakan energi akan menurunkan motilitas sampai tidak bergerak
walaupun spermatozoa tersebut belum mati (Saili, 1999).
Penurunan
persentase motilitas spermatozoa setelah pemisahan juga diduga karena sperma
babi tidak tahan terhadap medium albumin, waktu separasi yang panjang (satu
jam) didalam lapisan albumin, kecepatan dan lama sentrifugasi yang
mengakibatkan sperma kehilangan banyak energi sehingga menurunkan tingkat
motilitas spermatozoa tersebut.
Viabilitas Spermatozoa Hasil Separasi
Persentase
viabilitas spermatozoa babi hasil separasi dapat dinilai dengan menggunakan zat
pewarna eosin-negrosin. Permukaan spermatozoa dibungkus oleh suatu membran
lipoprotein yang mana bila spermatozoa mati akan meningkatkan permeabilitas
membrannya terutama di daerah pangkal kepala (Feradis, 2010). Hal ini merupakan
dasar pewarnaan semen dimana spermatozoa yang hidup tidak akan menyerap zat
warna sehingga tetap bening sedangkan spermatozoa yang mati akan menyerap warna
sehingga berwarna merah.
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa viabilitas spermatozoa setelah separasi baik fraksi atas
maupun bawah mengalami penurunan dibanding spermatozoa sebelum separasi namun
viabilitas spermatozoa sebelum separasi tidak berbeda nyata dengan fraksi atas
dan bawah pada semua perlakuan kecuali fraksi bawah pada perlakuan kedua, Tabel
2. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil yang dilaporkan Enok (2006), bahwa
ada penurunan viabilitas spermatozoa ejakulat dengan spermatozoa hasil separasi
baik fraksi atas maupun bawah berturut-turut 90,38; 84,31 dan 82,25%. Hal ini
diduga disebabkan oleh sejumlah perlakuan pemisahan dan jarak yang harus
ditempuh oleh spermatozoa sehingga banyak energi yang dikeluarkan dan membuat
sperma kehilangan tenaga bahkan mati.
Abnormalitas
Spermatozoa Hasil Separasi
Dalam penelitian
ini, ditemukan abnormalitas spermatozoa berupa macrocephalic, kepala menyempit, kepala melebar, ekor melipat, kepala
tanpa ekor, ekor tanpa kepala dan sitoplasmic
droplet. Abnormalitas spermatozoa setelah separasi
mengalami penurunan dibandingkan dengan abnormalitas sebelum separasi namun
penurunan kualitas ini tidak menunjukkan perbedaan nyata baik pada fraksi atas
maupun bawah pada semua perlakuan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.
Hasil ini sedikit
berbeda dengan hasil yang dilaporkan Afiati (2004), bahwa ada penurunan persentase
abnormalitas sperma yang tidak dipisahkan (2,17%) lebih rendah dibanding persentase
abnormalitas sperma X (6,32%) dan sperma Y (7,91%). Hal ini diduga dikarenakan medium albumin
tidak berpengaruh terhadap morfologi sperma sedangkan penurunan kualitas ini
dimungkinkan karena adanya perlakuan pada saat penampungan hingga evaluasi
sperma hasil separasi.
Hasil Evaluasi Spermatozoa Secara Morfometrik
Untuk membedakan
sperma yang diprediksi sebagai sperma X dan Y, maka nilai dari setiap luas
kepala sperma pada setiap perlakuan dibandingkan dengan nilai rata-rata luas
kepala sperma kontrol. Nilai yang lebih kecil dari rata-rata luas kepala sperma
kontrol digolongkan sperma Y sedangkan yang lebih besar digolongkan sperma X
(Saili, 1999).
Berdasarkan hasil
perhitungan diketahui bahwa rata-rata spermatozoa dengan ukuran luas kepala
<34,445 µm2 termasuk spermatozoa Y, sedangkan spermatozoa dengan
ukuran luas kepala >34,445 µm2 termasuk spermatozoa X, Tabel 3.
Hasil analisis
menunjukkan bahwa baik medium dengan konsentrasi albumin 30, 40, 50 maupun 60%
mampu mengubah proporsi perolehan spermatozoa dari kondisi normal (kontrol).
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada perbedaan nyata (P<0,05) proporsi
spermatozoa X : Y pada kontrol PO (51,68 : 48,32±2,66) dengan semua perlakuan
baik pada fraksi atas P1(74,02 : 25,98±5,65); P2(64,14 : 35,86±3,41); P3(62,29
: 37,71±3,98); dan P4(59,26 : 40,74±4,33) dan fraksi bawah P1(38,13 :
61,87±7,69); P2(35,48 : 64,52±6,11); P3(30,37 : 69,63±4,93); dan P4(26,41 :
73,59±4,54). Hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa fraksi semen dengan konsentrasi spermatozoa Y yang tertinggi
terdapat pada B60 dengan nilai 73,59% sedangkan fraksi semen dengan konsentrasi
spermatozoa X yang tertinggi terdapat pada A30 dengan nilai 74,02%.
Hasil penelitian
ini sejalan dengan hasil penelitian Afiati (2004) yang melaporkan adanya perbedaan
nyata proporsi spermatozoa X:Y pada sperma kontrol (43 : 57) dengan fraksi atas
kolom albumin 30% (80,88 : 19,21) dan fraksi bawah (41,80 : 58,82). Saili
(1999) melaporkan bahwa penggunaan albumin sebagai media pemisah spermatozoa
mampu mengubah proporsi perolehan spermatozoa X : Y dari (50,50 : 49,50)
menjadi (71 : 29) pada fraksi atas dan (26,50 : 73,50) pada fraksi bawah kolom
albumin 50%.
Hal ini terjadi
karena dengan tingginya konsentrasi albumin pada B60 menyebabkan hanya
spermatozoa dengan motilitas tinggi dan luas kepala yang lebih kecil yang mampu
menembusinya. Sebaliknya, dengan rendahnya perbandingan konsentrasi albumin
pada A30 menyebabkan banyak spermatozoa motil yang dapat menembusinya sehingga
hanya sedikit spermatozoa dengan motilitas tinggi dan luas kepala lebih kecil yang
tertahan di lapisan tersebut. Goodal dan Roberts (1976) menyatakan bahwa
spermatozoa Y lebih motil dibanding spermatozoa X. Selain itu, hasil penelitian
Ke-Hui Cui dan Matthew (1993) menunjukkan bahwa ukuran luas kepala spermatozoa
X 6 % lebih besar dibanding spermatozoa Y. Dengan adanya perbedaan ini, maka
dapat diperkirakan bahwa berat dan kecepatan geraknya juga akan berbeda.
SIMPULAN
Motilitas
spermatozoa hasil separasi tidak berada pada kisaran kualitas spermatozoa untuk
tujuan inseminasi secara invivo. Viabilitas dan abnormalitas spermatozoa babi
tidak mengalami penurunan kualitas yang nyata setelah separasi dengan media
albumin.
Penggunaan
albumin sebagai media pemisah spermatozoa babi cukup efektif untuk mengubah
rasio perolehan sperma normal X : Y (51,68:48,32) pada semua perlakuan dengan
konsentrasi albumin bertingkat 10 : 30; 40; 50; dan 60% dimana sperma X
tertinggi terdapat pada fraksi atas kolom albumin 30% (74,02%) dan sperma Y
tertinggi terdapat pada fraksi bawah kolom albumin 60% (73,59%).
UCAPAN TERIMA
KASIH
Terimakasih
disampaikan kepada Ir. Petrus Kune, MSi, Ponty Lape, S.Pt dan Piter Ly, S.Pt
atas segala bantuannya pada saat penelitian. Terimakasih juga diucapkan kepada
Dr. Ir. Thomas Mata Hine, MSi, Dr. Ir. W. M. Nalley, MS dan Prof. Ir. H. L. L.
Belli, MS, Ph.D atas segala saran dalam penyempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Afiati F. 2004. Proporsi dan Karakteristik
Spermatozoa X dan Y Hasil Separasi Kolom Albumin. Media Peternakan 27 (1) : 16-20.
Cole HH, Cupps
PT. 1997. Reproduction in farm domestic
animal. 3 th Ed. Academic Press Inc.
Enok Mardiyah. 2006. Pemisahan sperma pembawa
kromosom X dan Y Sapi dengan Kolom Media Pemisah Albumin. Prosiding temu Teknis
Nasional Tenaga Fungsional Pertanian. Hal. 225-231.
Feradis. 2010. Reproduksi ternak. Ed. 1. Alfabeta.
Bandung.
Gadea J. 2003. Semen
extenders used in
the artificial insemination
of swine. Spanish Journal of
Agricultural Research 1 (2) : 17-27.
Goodall H. and
A. M. Roberts. 1976. Difference
in motility of
human X and Y bearing spermatozoa.
J. Rep. Fert. 48:433-436.
Hafez E. S. E. 2000. Reproduction in farm
animals. 7th ed. Lea and Febiger. Philadelphia.
Hamano Koh-Ichi. 2007. Sex preselection in bovine by separation of X- and Y- chromosome
bearing spermatozoa. J. Rep. and Development 53 (1) : 27-38.
Henri. 1992. Usaha mengubah rasio sperma X & Y
dengan metode kolom menggunakan
larutan BSA dan penilaian
angka kebuntingan serta
perbandingan jenis kelamin
anak pada kambing. (Tesis). IPB. Bogor.
Ke-hui Cui. 1997. Size differences between human X
and Y spermatozoa and prefertilization diagnosis. Molecular Human Reproduction
3 (1) : 61-67.
Ningsih Zuliati. 2007. Proporsi spermatozoa X dan Y
kambing Peranakan Etawa (PE) dengan konsentrasi putih telur dan lama inkubasi. (Skripsi).
Universitas Islam Negeri Malang. Malang.
Rozeboom K. J. 2000. Evaluating boar semen quality. Publication of Department of Animal
Science North Carolina State University. Carolina.
Saili T. 1999. Efektivitas penggunaan albumin
sebagai medium separasi dalam upaya mengubah rasio alamiah spermatozoa pembawa
kromosom X dan Y pada sapi. (Tesis). IPB. Bogor.
Saili T., Mozes R. Toelihere, Arief Boediono dan
Baharuddin Tappa. 2000. Effectivity of albumin
as separation media for X and Y chromosome-bearing
bovine spermatozoa. Journal Hayati IPB 7 (4) : 106-109.
Sumardani N. L. G. 2007. Viabilitas dan fertilitas
spermatozoa dalam modifikasi pengencer BTS dan Zorlesco dengan penyimpanan
berbeda dalam rangkaian inseminasi buatan pada babi. (Tesis). IPB. Bogor.
Toelihere M. R. 1993. Inseminasi buatan pada ternak.
Angkasa. Bandung.
Tabel 1. Nilai Karakteristik Semen
Segar Babi
Karakteristik semen
|
Nilai rataan
|
Hasil Penelitian Lain
|
|
Nilai
|
Peneliti
|
||
Volume (ml)
|
108,75±15,48
|
100
- 500
|
Rozeboom, 2000
|
pH
|
6,88±0,15
|
7,4
± 0,2
|
Gadea,
2003
|
Motilitas (%)
|
73±3
|
50-80%
|
Hafez,
2000
|
Konsentrasi (106
sel/ml)
|
527,5±23,63
|
200-600
|
Cole
dan Cupps, 1997
|
Viabilitas (%)
|
87,87±1,07
|
87,70±6,34
|
Sumardani, 2007
|
Abnormalitas (%)
|
17,83±2,01
|
<
20%
|
Toelihere, 1993
|
Tabel 2. Rataan
Konsentrasi dan Persentase Motilitas Spermatozoa berbagai
Fraksi dari
Beberapa Kombinasi Konsentrasi Medium Pemisahan
Perlakuan
|
Fraksi Semen
|
Konsentrasi (juta/ml)
|
Motilitas
(%)
|
Viabilitas
(%)
|
Abnormalitas (%)
|
Kontrol
(PO)
|
SS
|
527,50±23,63
|
73,00±3,00
|
87,87±01,07x
|
17,83±02,01z
|
S1
|
132,50±5,00
|
65,00±4,08a
|
|||
P1
|
A30
|
62,50±5,00
|
6,50±0,58b
|
87,13±04,67x
|
22,27±08,52z
|
B30
|
52,50±5,00
|
4,75±0,50bcd
|
82,29±04,48xy
|
21,91±12,03z
|
|
P2
|
A40
|
75,00±5,77
|
6,25±0,96b
|
78,77±04,29xy
|
24,61±10,06z
|
B40
|
45,00±5,77
|
4,00±0,82bcde
|
77,61±04,74y
|
22,63±07,25z
|
|
P3
|
A50
|
85,00±5,77
|
6,00±0,82b
|
79,87±03,89xy
|
22,93±05,02z
|
B50
|
35,00±5,77
|
3,25±0,50cde
|
79,38±04,32xy
|
21,99±09,46z
|
|
P4
|
A60
|
82,50±15,00
|
5,75±0,50bc
|
82,97±06,02xy
|
23,65±09,72z
|
B60
|
25,00±5,77
|
3,00±0,82de
|
81,84±11,60xy
|
20,54±10,52z
|
a,b,c,d,e superskrip
berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan
berbeda sangat nyata (P<0,01); x,y,z superskrip berbeda
dalam kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
Keterangan: SS:
Semen segar (kontrol); S1: Semen setelah dicuci dengan cara sentrifugasi; A30:
Semen fraksi atas 10:30%; B30: Semen fraksi bawah 10:30%; A40: Semen fraksi
atas 10:40%; B40: Semen fraksi bawah 10:40%; A50: Semen fraksi atas 10:50%; B50:
Semen fraksi bawah 10:50%; A60: Semen fraksi atas 10:60%; B60: Semen fraksi
bawah 10:60%.
Tabel 3.
Persentase Spermatozoa didalam Berbagai Fraksi Semen yang Diprediksi Membawa
Kromosom X dan Y sesuai Luas Kepalanya.
Perlakuan
|
Fraksi
Semen
|
Luas Kepala Sperma (Rataan ± SD, µm)
|
Persentase
Jenis Spermatozoa
|
|
X
|
Y
|
|||
PO
|
S1
|
34,445±0,274
|
51,68±2,66a
|
48,32±2,66a
|
P1
|
A30
|
36,163±0,502
|
74,02±5,65b
|
25,98±5,65c
|
B30
|
33,607±0,350
|
38,13±7,69c
|
61,87±7,69d
|
|
P2
|
A40
|
35,429±0,347
|
64,14±3,41d
|
35,86±3,41b
|
B40
|
33,508±0,386
|
35,48±6,11c
|
64,52±6,11d
|
|
P3
|
A50
|
35,034±0,111
|
62,29±3,98d
|
37,71±3,98b
|
B50
|
33,399±0,408
|
30,37±4,93ce
|
69,63±4,93df
|
|
P4
|
A60
|
35,342±0,380
|
59,26±4,33d
|
40,74±4,33b
|
B60
|
33,035±0,132
|
26,41±4,54e
|
73,59±4,54f
|
a,b,c,d,e,f superskrip
berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P < 0,05)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar