download pdf below
PAPER
MANAJEMEN
SUMBER DAYA PETERNAKAN
“
Pengembangan Cluster Bibit Sapi
Potong Di Kawasan Timor Tengah Utara Dalam Mendukung Pengembangan Nusa Tenggara
Timur Sebagai Sentra Produksi Bibit
Nasional Bersertifikat”
kab. Timor Tengah Utara
by
Yelly
M. Mulik
Made
Sudarma
Program
Studi Pasca Sarjana
Program
Studi Ilmu Peternakan
Universitas
Nusa Cendana
Kupang,
2012
Kata
Pengantar
Puji dan syukur
penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas tuntunan dan
penyertaan-Nya sehinga penulis dapat menyelesaikan makalah ini pada waktunya.
Makalah
manajemen sumber daya peternakan adalah merupakan makalah yang dibuat sebgaai
bagian dari tugas terstruktur mata kuliah manajemen sumber daya
peternakan. Topik penulisan dalam ini
adalah Pengembangan Cluster Bibit
Sapi Potong Di Kawasan Timor Tengah Utara Dalam Mendukung Pengembangan Nusa
Tenggara Timur Sebagai Sentra Produksi Bibit Nasional Bersertifikat. Hal ini
dikarenakan belum adanya sentra pembibitan ternak yang menghasilkan bibit
ternak untuk memenuhi kebutuhan peternak akan adanya bibit ternak yang
berkualitas.
Penulis
menyadari bahwa dalam tulisan ini masih banyak keterbatasannya maka penulis
sangat mengharapkan koreksi dari pembaca demi perbaikan makalah ini ke depan.
Terima kasih
Kupang, Desember 2012
Penulis
|
Daftar
Isi
Hal
|
|
Kata
pengantar ................................................................................................................
|
ii
|
Daftar
isi
.........................................................................................................................
|
iii
|
Daftar
Tabel
....................................................................................................................
|
iv
|
Daftar
Diagram
...............................................................................................................
|
vi
|
Bab
I. Pendahuluan
.........................................................................................................
|
1
|
1.1. Latar
Belakang
.................................................................................................
|
1
|
1.2.
Rumusan Masalah
............................................................................................
|
1
|
1.3.Metode
Penulisan
..............................................................................................
|
2
|
Bab
II. Pembahasan ........................................................................................................
|
3
|
2.1. Potensi
Wilayah Kabupaten Timor Tengah
Utara............................................
|
4
|
2.1.1. Potensi
Peternakan .................................................................................
|
5
|
2.1.2. Potensi
Padang Penggembalaan
.............................................................
|
7
|
2.1.3. Jumlah
Pemotongan dan Perdagangan ternak.........................................
|
7
|
2.1.4.
Pengelolaan dan Penyebaran Ternak
......................................................
|
8
|
2.2. Iklim
Wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara...............................................
|
10
|
2.3. Pola Pengembangan Bibit Sapi Potong
di Kabupaten Timor Tengah Utara..................................................................................................................
|
10
|
2.4.
Strategi Pengembangan Bibit Sapi Potong di Kabupaten Timor Tengah Utara
.................................................................................................................
|
11
|
2.4.1.Strategi
pengembangan bibit sapi potong melalui kawasan sentra peternakan terpadu (cluster)
...................................................................
|
11
|
2.4.2. Strategi
Penyediaan Hijauan pakan dan pengolahan pakan di kawasan pembibitan sapi
potong
...........................................................................
|
12
|
2.4.3. Strategi
Penyediaan Sarana dan Prasarana dalam kawasan pembibitan ternak.......................................................................................................
|
13
|
2.4.4. Strategi
penyediaan bibit ternak yang berkualitas...................................
|
13
|
2.4.5. Manajemen
reproduksi ...........................................................................
|
14
|
2.4.6. Strategi
pengembangan sumber daya manusia........................................
|
15
|
2.4.7. Strategi
pengembangan dukungan kelembagaan ....................................
|
16
|
Bab
III.
Penutup...............................................................................................................
|
17
|
3.1. Simpulan ...........................................................................................................
|
17
|
3.2. Saran
.................................................................................................................
|
17
|
Daftar
pustaka .................................................................................................................
|
18
|
Daftar
Tabel
Hal
|
|
Tabel 1. Jumlah populasi ternak
menurut jenis ternak di kabupaten TTU Tahun 2007-2009 ..................................................................................................................
|
5
|
Tabel 2. Jumlah rumah tangga yang
memelihara ternak di kabupaten TTU pada tahun 2007, 2008, 2009..............................................................................................
|
6
|
Tabel
3. Banyaknya Ternak yang Dipotong di RPH dan Non RPH di Kabupaten TTU Tahun
2009
(ekor).............................................................................................
|
7
|
Tabel 4.
Banyaknya Ternak yang dikirim/diperdagangkan ke Luar Daerah Menurut Jenis
Ternak di Kabupaten TTU Tahun 2007-2009 (ekor)...............................
|
8
|
Tabel
5. Populasi Ternak Besar menurut Kecamatan di Kabupaten TTU Tahun 2008-2009 ..................................................................................................................
|
9
|
Daftar
Diagram
Hal
|
|
Diagram
1. Model agribisnis sapi potong
.......................................................................
|
12
|
Diagram 2. Desain pengelolaan padang
penggembalaan dan pengolahan pakan ..........
|
13
|
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Pendahuluan
Pembangunan sub sektor peternakan pada
dasarnya diarahkan untuk meningkatkan populasi maupun produksi ternak dan hasil
ikutannya, yang pada gilirannya diharapkan dapat mendongkrak pendapatan petani
ternak, mendorong diversifikasi pangan dan perbaikan mutu gizi masyarakat serta
mengembangkan pasar eksport.
Bagi petani ternak di pedesaan,
peningkatan populasi dan produksi ternak akan merupakan aset yang berharga
untuk menopang kehidupan rumah tangga, terutama untuk membiayai sejumlah
kebutuhan di luar pangan seperti sekolah, kesehatan serta kebutuhan sekunder
dan tersier lainnya. Bahkan pada masa krisis pangan akibat gagal panen,
komoditas ternak akan tampil sebagai faktor pengaman yang memiliki nilai jual
tinggi untuk pengadaan bahan pangan dari luar daerah. Salah satu komoditi
peternakan yang memegang peranan penting adalah sapi potong yang merupakan
komodiandalan setiap wilayah di Indonesia.
Dalam meningkatkan populasi dan produksi
sapi potong maka upaya utama yang harus diwujudkan adalah melalui program pembibitan
sehingga bibit ternak yang tersedia telah terseleksi dengan baik, memenuhi
persyaratan mutu genetik.
Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)
adalah merupakan salah satu propinsi di Indonesia pernah mendapat julukan
sebagai gudang ternak. Namun kini, kejayaan tersebut telah sirna. Hal ini
sebagai akibat dari tingginya angka penjualan ternak ke luar pulau dan menurunnya
produktivitas ternak. Oleh kaarena itu, pemerintah propinsi NTT memiliki tekad
untuk mengembalikan NTT sebagai gudang ternak dengan peningkatan populasi
ternak, komoditi utamanya adalah sapi potong.
Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU)
sebagai salah satu sentra pengembangan ternak khususnya Sapi Bali di Pulau Timor, memiliki potensi ternak yang
sangat potensial untuk dikembangkan dalam mendukung peningkatan/penguatan
ekonomi daerah maupun masyarakat.
1.2.Rumusan Masalah
Peningkatan populasi
merupakan program yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah propinsi NTT. Kabupaten TTU sebagai
salah satu sentra pengembangan ternak khususnya Sapi Bali Timor memiliki
potensi ternak yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai pusat
pengembangan bibit sapi potong.
Berdasarkan uraian di atas, maka
rumusan masalah yang dapat dibuat adalah:
1. Apakah
pengembangan bibit sapi potong potensial
untuk di laksanakan di kabupaten TTU dalam mendukung NTT sebagai sentra
produksi bibit nasional bersertifikat?
2. Pola
apa yang perlu diterapkan dalam pengembangan bibit sapi potong di kabupaten
TTU?
1.3.Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan
makalah ini adalah dengan menggunakan studi literatur. Baik itu publikasi dalam
bentuk buku, laporan dinas, jurnal nasional, jurnal internasional maupun
melalui media internet.
BAB
II
PEMBAHASAN
Tekad untuk
mengembalikan propinsi NTT sebagai gudang ternak saat ini sedang digalakkan
oleh pemerintah baik yang di tingkat propinsi maupun yang di tingkat kabupaten.
Namun banyak tantangan yang dihadapi oleh pemerintah. Beberapa tantangan yang
dimaksud misalnya terjadinya peningkatan pemotongan betina produktif yang
berakibat pada menurunnya populasi ternak. Penyakit. Sistem pemeliharaarn yang
bersifat tradisional.
Untuk
mengantisispasi hal ini, langkah awal yang perlu dilakukan oleh pemerintah
adalah dengan melakukan pengembangan bibit sapi pototng sehingga didapatkan
bibit yang berkualitas dengan mutu yang baik, yang memenuhi kriteria sebagai
bibit sehingga hasil yang nantinya akan diperoleh pun maksimal. Pengembangan
bibit sapi potong dilakukan sebagai upaya mengembangkan kawasan sumber bibit di
perdesaan atau terbentuknya Village
Breeding Center (VBC) yang melibatkan kelompok peternak.
Pengembangan
bibit sapi potong hanya dapat dilakukan/ terlaksana dengan lancar bila di daerah yang berpotensi untuk dikembangkan
sebagai sentra pengembangan bibit ternak. Adapun syarat/ kriteria daerah yang
dapat dijadikan sebagai sentra produksi bibit ternak sapi potong adalah merupakan
lokasi yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai wilayah sumber bibit yang
dinyatakan oleh pemerintah daerah, tidak bertentangan dengan rencana umum tata
ruang (RUTR) dan rencana detail tata ruang daerah (RDTRD), ketersediaan sumber
pakan lokal dan air, bukan merupakan daerah endemis penyakit menular,
tersedianya sarana dan prasarana serta petugas teknis peternakan dan kesehatan
hewan, lokasi mudah dijangkau bagi pembinaan dan pemasaran hasil.
Selain lokasi,
keberhasilan pengembangan pembibitan sapi potong juga ditentukan oleh ketepatan
penentuan bangsa sapi. Bangsa sapi yang dikembangkan hendaknya bangsa sapi
lokal yang telah beradaptasi dengan baik pada kondisi lingkungan yang ada untuk
menambah populasi atau sapi bali untuk
penyelamatan betina produktif.
Dari syarat tersebut di atas maka
Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) adalah merupakan salah satu kabupaten di
Propinsi NTT yang dapat dijadikan sebagai sentra pengembangan bibit sapi potong
di propinsi NTT.
2.1 Potensi Wilayah Kabupaten TTU
Timor Tengah
Utara (TTU) merupakan
salah satu kabupaten di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang berbatasan langsung dengan Negara Timor Leste.
Titik koordinat TTU terletak
antara 9o02’48”–
9o37’36” Lintang Selatan dan
124o04’02”- 124°46’00” Bujur Timur. Batas
wilayah administrasi Kabupaten TTU adalah:
- Sebelah
Utara dengan Timor Leste
(Oecusi) dan Selat Ombai
- Sebelah
Selatan dengan Kabupaten
Timor Tengah Selatan dan
- Sebelah
Barat dengan Kabupaten Kupang
dan Timor Tengah Selatan
- Sebelah
Timur dengan Kabupaten Belu
Luas wilayah
Kabupaten TTU adalah 2.669,7 km2 atau hanya sekitar 5,6 persen dari
luas daratan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sedangkan sebagian wilayah TTU yang
berbatasan dengan laut sawu atau lazim dikenal dengan sebutan wilayah pantura
memiliki luas lautan + 950 km2 dengan panjang garis pantai 50 km dengan jumlah
penduduk 214.842 jiwa. Kepadatan
penduduk 80 jiwa/km2 (BPS
NTT, 2010).
Dilihat dari
aspek rona fisik tanah, wilayah dengan kemiringan kurang dari 40 persen
meliputi areal seluas 2 065,19 km2 atau 77,4 persen dari luas wilayah TTU;
sedangkan sisanya 604,51 km2 atau 22,6 persen mempunyai kemiringan lebih dari
40 persen. Wilayah dengan kemiringan kurang dari 40 persen sebagian besar
berada pada ketinggian kurang dari 500 m dari permukaan laut yakni seluas
1676,51 km2 atau 62,8 persen.
Data dari
Lembaga Penelitian Tanah (LPT) Bogor, memperlihatkan bahwa di Kabupaten TTU
dapat ditemukan tiga jenis tanah yaitu litosal, tanah kompleks dan grumosal.
Tanah litosal meliputi areal seluas 1 666,96 km2 atau 62,4 persen; tanah
kompleks seluas 479,48 km2 atau 18,0 persen dan tanah grumosal 522,26 km2 atau
19,6 persen dari luas wilayah TTU. Sebagian besar tanah di wilayah ini (53,2%)
memiliki kedalaman efektif tanah >90 cm.
Kestabilan struktur tanahnya juga tergolong lemah karena 39,4% wilayah
ini memiliki daya tahan tanah yang rawan erosi.
Dipandang dari
aspek topografis, sebanyak 177,60 km2 (6,63 %) memiliki ketinggian kurang dari
100 m dari atas permukaan laut; sementara 1.499,45 km2 (56,17 %) berketinggian
100-500 m dan sisanya 993,19 km2 (37,20 %) adalah daerah dengan ketinggian
diatas 500 m.
Dari 174 desa/kelurahan yang ada,
hanya 9 desa diantaranya yang secara geografis letak wilayahnya dikategorikan
sebagai desa/daerah pantai yakni desa Oepuah (Biboki Selatan), Humusu C dan
Oesoko (Insana Utara) serta Nonotbatan, Maukabatan, Tuamese, Oemanu, Motadik,
dan Ponu (Biboki Anleu), sedangkan sisa 165 desa lainnya yang tersebar di 24
wilayah kecamatan yang ada merupakan desa/daerah bukan pantai.
2.1.1.
Potensi
Peternakan
Keberadaan
sektor pertanian di kabupaten TTU begitu penting karena tidak saja menjadi
sektor potensial dimana 77,53 % total rumah tangga atau 82,87% total angkatan
kerja mendapatkan sumber penghasilan, melainkan juga menjadi salah satu sektor
andalan dalam komposisi pendapatan asli daerah.
Dilihat dari
struktur penyerapan tenaga kerja, terlihat bahwa 66,98% penduduk Timor Tengah
Utara bekerja pada sektor pertanian (peternakan). Dari sisi pendapatan wilayah,
sektor pertanian (peternakan). menyumbangkan
sekitar 48% dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten TTU. Hal ini
menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan leading sector bagi Kabupaten Timor Tengah Utara. Dengan struktur
ekonomi seperti ini, kebijakan pemerintah pun harus diarahkan untuk mendukug
sector ini karena langsung menyentuh kehidupan mayoritas penduduk TTU.
Menyadari begitu strategisnya peran sektor pertanian dalam struktur
perekonomian daerah maka pemerintah daerah secara konsisten terus berupaya
meningkatkan kinerja sektor primer tersebut dengan berbagai kebijakan dan
program, baik yang bersifat reguler maupun crass program. Populasi ternak di
Kabupaten TTU tahun 2007-2009 disajikan
pada tabel 1.
Tabel 1. Jumlah populasi ternak
menurut jenis ternak di kabupaten TTU Tahun 2007-2009
Jenis
Ternak
|
Tahun
|
Perubahan
(%)
|
||
2007
|
2008
|
2009
|
||
Sapi Perah
|
-
|
-
|
-
|
|
Sapi
|
84731
|
86 239
|
86 319
|
0,09
|
Kerbau
|
528
|
635
|
638
|
0,47
|
Kuda
|
1 220
|
1513 1
|
840
|
21,61
|
Babi
|
84 789
|
86 753
|
87 834
|
1,25
|
Kambing/Domba
|
39 991
|
39 873
|
38 898
|
0,06
|
Ayam Buras
|
117 932
|
203 743
|
205 253
|
0,74
|
Ayam Ras/Petelur
|
4 123 4
|
719
|
-
|
-
|
Itik
|
3 963 3
|
123 2
|
284
|
-26,86
|
Sumber:
Dinas Peternakan Kabupaten TTU, 2010
Dari tabel 1
dapat dilihat bahwa peningkatan ternak dari tahun ke tahun terus meningkat.
Untuk sapi potong peningkatannya sebesar 0,09%. Angka persentase kenaikan
ternak sapi cenderung kecil dan lamban. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain kematian ternak sapi yang disebabkan oleh sejenis penyakit/virus
seperti penyakit Brucellosis dll. Di
samping itu, karena banyak yang diekspor baik melalui pelabuhan laut dan darat
serta banyaknya pemotongan betina produktif di RPH dan luar RPH untuk konsumsi
masyarakat Kabupaten TTU.
Fenomena perkembangan beberapa
jenis ternak cenderung semakin menurun (sulit diprediksikan) merupakan hal yang
kurang menggembirakan karena selama ini posisi ternak bagi sebagian besar
petani di TTU sangat diandalkan sebagai katup pengaman terhadap krisis ekonomi
keluarga. Apalagi dalam kondisi kehidupan yang serba sulit sekarang ini, posisi
ternak, khususnya ternak kecil dan unggas yang terbilang mudah berkembang dan
mudah dijual menjadi pilihan utama untuk diversifikasi usaha pertanian. Dengan
krisis ekonomi yang berkepanjangan memaksa sebagian besar rumah tangga peternak
untuk menjual ternaknya guna dapat memenuhi sejumlah kebutuhan mereka
sehari-hari. Sementara itu, di sisi lain pola pemeliharaan ternak masih
bersifat tradisional sehingga apabila kondisi ini dibiarkan terus-menerus maka
lambat laun populasi ternak akan semakin menipis.
Jumlah rumah tangga usaha ternak menurut
jenis ternak tahun 2009 tidak mengalami perubahan dari tahun sebelumnya yaitu
tahun 2008 sedangkan kontribusi terhadap pembentukan PDRB kabupaten TTU tahun
2010 adalah sebesar 14,30 persen atau terbesar kedua setelah tanaman pangan,
namun mengalami penurunan dari tahun 2008 sebesar 2,79 . selengkapnya jumlah
rumah tangga usaha ternak dari tahun 2007 – 2009 dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 2.
Jumlah rumah tangga yang memelihara ternak di kabupaten TTU pada tahun 2007,
2008, 2009
Jenis
Ternak
|
Tahun
|
||
2007
|
2008
|
2009
|
|
Sapi Perah
|
-
|
-
|
-
|
Sapi
|
17 677
|
43095
|
43095
|
Kerbau
|
241
|
421
|
421
|
Kuda
|
632
|
934
|
934
|
Babi
|
17653
|
42653
|
42653
|
Kambing
|
7287
|
12287
|
12287
|
Domba
|
87
|
12287
|
-
|
Ayam Buras
|
22244
|
46244
|
46244
|
Ayam Ras/Petelur
|
10
|
10
|
-
|
Itik
|
766
|
766
|
766
|
Sumber:
Dinas Peternakan Kabupaten TTU, 2010
Jumlah rumah
tangga yang mengusahakan ternak sapi potong di kabupaten TTU pada tahun 2008
dan tahun 2009 sebanyak 43095 rumah tangga. Tahun sebelumnya (2007) hanya
17677. Hal ini berarti dari tahun ke tahun rumah tangga yang mengusahakan
ternak tidak mengalami perubahan. Tetapi bagaimana pun peternak selalu
menempatkan posisi ternak sebagai pengaman ekonomi keluarga sehingga bila
sewaktu-waktu dibutuhkan ternak tersebut dapat dijual.
2.1.2.
Padang
Penggembalaan
Luas padang
penggembalaan di kabupaten TTU adalah seluas
86.339 ha atau 32,34% dari luas wilayah. Artinya bahwa hampir setengah
bagian dari wilayah kabupaten TTU adalah merupakan padang penggembalaan. Hal
ini mengindikasikan bahwa pengembangan usaha peternakan sangat potensial untuk
dikembangkan di daerah ini.
Total produksi
hijanuan yang tersebar di areal padang penggembalaan menggambarkan besarnya
jumlah ternak yang dapat digembalakan di areal tersebut. Semakin tinggi
produksi hijauan, akan diikuti pula oleh semakin tinggi jumlah ternak yang diintrodusir ke
dalam areal tersebut dan semakin tinggi pula produktifitasnya.
Hasil pengamatan di lapangan terlihat
bahwa hijauan yang tersebar dalam areal padang penggembalaan didominasi oleh
rumput Heteropogon concortus dan
ilalang. Jika dikaitkan dengan kualitas yang dimiliki, maka kemampuan kedua
spesies tersebut dalam meningkatkan nilai biologis ternak sangat rendah.
Meskipun demikian, ada beberapa sumber daya pakan yang sering digunakan petani adalah hijauan lamtoro, turi, gamal,
alang-alang, king grass serta limbah
pertanian seperti batang ubi kayu dan
batang jagung.
2.1.3. Pemotongan
& Perdagangan Ternak
Pemotongan dan perdagangan ternak di kabupaten TTU
dalam tahun 2009 disajikan dalam tabel 3 dan tabel 4. Dari tabel 3 terlihat bahwa jumlah pemotongan
ternak sapi dan babi di kabupaten TTU adalah sama. Hal ini mengindikasikan
bahwa permintaan akan konsumsi daging khususnya daging sapi sangat tinggi
sehingga diperlukan adanya upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut tanpa harus
mengurangi jumlah populasi ternak sapi yang ada.
Tabel
3. Banyaknya Ternak yang Dipotong di RPH dan Non RPH di Kabupaten TTU Tahun
2009 (ekor)
Jenis
ternak
|
RPH
|
Non
RPH
|
Jumlah
|
Sapi
|
737
|
700
|
1437
|
Kerbau
|
-
|
-
|
-
|
Kuda
|
-
|
-
|
-
|
Babi
|
-
|
1587
|
1587
|
Kambing/Domba
|
-
|
461
|
461
|
Sumber:Dinas Peternakan
Kabupaten TTU (2010)
Tabel
4. Banyaknya Ternak yang dikirim/diperdagangkan ke Luar Daerah Menurut Jenis
Ternak di Kabupaten TTU Tahun 2007-2009 (ekor)
Jenis Ternak
|
Melalui pelabuhan laut Wini
|
Melalui Transportasi Darat
|
||||
2007
|
2008
|
2009
|
2007
|
2008
|
2009
|
|
Sapi
|
*
|
*
|
-
|
12
984
|
18
884
|
14100
|
Kerbau
|
*
|
*
|
-
|
227
|
17
|
17
|
Kuda
|
*
|
*
|
-
|
241
|
8
|
10
|
Kambing
|
*
|
*
|
-
|
1081
|
732
|
732
|
Babi
|
*
|
*
|
-
|
1827
|
1883
|
1886
|
Ayam
buras
|
*
|
*
|
-
|
11448
|
9261
|
16483
|
Keterangan
: **/ Data tidak tersedia
Sumber: Dinas Peternakan Kabupaten TTU
(2010)
Dari tabel di atas, Menunjukan bahwa
jumlah ternak yang dijual ke luar daerah khususnya ternak sapi adalah merupakan
jumlah yang terbesar. Selanjutnya diurutan kedua diikuti ayam buras, babi,
kambing, kuda dan kerbau.
Data-data yang telah ditampilkan
menunjukan bahwa ternak sapi potong menempati urutan utama dalam kehidupan
peternak. Baik itu dalam jumlah populasi maupun jumlah yang dipotong untuk
dikonsumsi dan jumlah yang diperdagangkan antar pulau. Ternak yang di antar
pulaukan dari kabupaten TTU umumnya dikirim ke DKI, Jabar, Sulsel. Ini adalah
merupakan potensi yang harus terus digalakkan demi peningkatan kesejahteraan
petani.
2.1.4. Pengelolaan
Dan Penyebaran Ternak
Seiring
dengan meningkatnya permintaan akan daging, telur dan susu, makapembangunan di
sub sektor peternakan terus meningkat, namun pengelolaan ternak olehrumah
tangga maupun perusahaan yang masih bersifat tradisional. Kendala usaha
yangdihadapi adalah rendahnya SDM dan terbatasnya dana yang tersedia. Untuk itu
programyang ditargetkan pemerintah saat ini adalah mengembangkan alih teknologi
diantaranyainseminasi buatan (kawin suntik) pada ternak sapi yang disertai
dengan peningkatankualitas SDM.
Populasi
dan penyebaran ternak di Kabupaten TTU erat hubungannya dengan tersedianya
lahan untuk penggembalaan, kegiatan pertanian dan penyebaran penduduk. Selain
itu populasi dan penyebaran ternak mempunyai hubungan dengan iklim dan daya
adaptasi dari jenis ternak yang bersangkutan.
Wilayah-wilayah
yang iklim dan tanahnya tidak/kurang subur untuk usaha pertanian (biasanya
padang rumput) sangat baik untuk usaha peternakan terutama untuk pertumbuhan
dan produksi ternak, karena tiap jenis ternak menghendaki iklim dan keadaan
tempat tertentu seperti sapi, kuda dan kambing menghendaki daerah yang sedikit
curah hujannya, sebaliknya kerbau dan itik menghendaki daerah yang banyak curah
hujannya. Namun ada beberapa jenis ternak yang mampu beradaptasi pada hampir
semua iklim, maka penyebarannyapun akan lebih luas seperti babi dan ayam
kampung karena mudah dipelihara sehingga populasi cepat meningkat. Tetapi ada
kendala dimana akhir-akhir ini adanya penyakit yang cepat menyebar dan masih
sulit diatasi di Kabupaten TTU seperti penyakit Brucellosis dan penyakit
lainnya yang menyerang unggas dan babi Selain itu ada pula kesan bahwa
kecamatan-kecamatan yang wilayah geografisnyalebih luas, populasi ternak besar
relatif lebih banyak dibandingkan dengan kecamatanyang kurang luas. Hal ini
diduga ada kaitannya dengan masalah daya tampung ruanguntuk padang pengembalaan
dan lahan penyediaan pakan ternak.
Untuk
mengetahui datamengenai gambaran seberapa besar ragam penyebaran populasi
ternak dan unggas padamasing-masing kecamatan di Kabupaten TTU dapat dilihat
pada tabel 5 berikut ini :
Tabel
5. Populasi Ternak Besar menurut Kecamatan di Kabupaten TTU Tahun 2008-2009
Kecamatan
|
Sapi
|
Kuda
|
Kerbau
|
Sapi
|
Kuda
|
Kerbau
|
2008
|
2009
|
|||||
Mioamffo Barat
|
9
176
|
156
|
387
|
4210
|
98
|
292
|
Miomaffo
Tengah
|
-
|
-
|
-
|
1420
|
8
|
8
|
Musi
|
-
|
-
|
-
|
1433
|
-
|
14
|
Mutis
|
-
|
-
|
-
|
1992
|
18
|
54
|
Miomaffo Timur
|
18175
|
56
|
119
|
2442
|
2
|
61
|
Noemuti
|
.
4 948
|
32
|
80
|
4462
|
89
|
82
|
Bikomi Selatan
|
-
|
-
|
-
|
5131
|
12
|
21
|
Bikomi Tengah
|
-
|
-
|
-
|
1687
|
6
|
2
|
Bikomi Nilulat
|
-
|
-
|
-
|
3652
|
15
|
12
|
Bikomi Utara
|
-
|
-
|
-
|
3000
|
23
|
|
Naibenu
|
-
|
-
|
-
|
1991
|
7
|
30
|
Noemuti Timur
|
-
|
-
|
-
|
1696
-
|
11
|
|
Kota
Kefamenanu
|
5
683
|
42
|
61
|
5101
|
13
|
40
|
Insana
|
11
028
|
34
|
184
|
5132
|
6
|
82
|
Insana Utara
|
7
328
|
27
|
173
|
3789
|
13
|
181
|
Insana Barat
|
-
|
-
|
-
|
2326
|
-
|
72
|
Insana Tengah
|
-
|
-
|
-
|
3444
|
-
|
64
|
Insana
Fafinesu
|
-
|
-
|
-
|
3009
|
27
|
71
|
Biboki Selatan
|
11
554
|
99
|
367
|
4335
|
11
|
188
|
Biboki Tanpah
|
-
|
-
|
-
|
2129
|
71
|
58
|
Biboki Moenleu
|
-
|
-
|
-
|
5485
|
-
|
174
|
Biboki Utara
|
11
118
|
23
|
96
|
6567
|
242
|
183
|
Biboki Anleu
|
7
229
|
166
|
46
|
7132
|
-
|
59
|
Biboki feotleu
|
-
|
-
|
-
|
3754
|
-
|
58
|
Kabupaten
TTU
|
89 239
|
635
|
1513
|
86319
|
638
|
1840
|
Sumber : Dinas Peternakan Kabupaten TTU (2010)
2.2.Iklim
Wilayah Kabupaten TTU
Berdasarkan
klasifikasi iklim oleh Schmidt dan Ferguson, Kabupaten TTU termasuk wilayah
tipe D dengan koefisien 2 sebesar 71,4 persen. Berdasarkan klasifikasi Koppen,
tipe iklim di Kabupaten TTU tergolong tipe A atau termasuk iklim equator dengan
temperatur bulan terpanas lebih dari 220° C. Seperti halnya pada tempat lain di
Provinsi Nusa Tenggara Timur, di Kabupaten TTU dikenal adanya dua musim yakni
musim kemarau dan musim hujan.
Pada bulan Desember-April biasanya curah hujan relatif cukup memadai, sedangkan bulan Mei-Nopember sangat jarang terjadi hujan, dan kalaupun ada biasanya curah hujan di bawah 50 mm. Pada tahun 2006, berdasarkan hasil rekaman stasiun pencatat yang masih berfungsi, rata-rata jumlah hari hujan di Kabupaten TTU sebanyak 50 hari dengan curah hujan 1 276 mm. Sedangkan Pada tahun 2007, rata-rata jumlah hari hujan di Kabupaten TTU sebanyak 58 hari dengan curah hujan sebesar 11 876 mm.
Pada bulan Desember-April biasanya curah hujan relatif cukup memadai, sedangkan bulan Mei-Nopember sangat jarang terjadi hujan, dan kalaupun ada biasanya curah hujan di bawah 50 mm. Pada tahun 2006, berdasarkan hasil rekaman stasiun pencatat yang masih berfungsi, rata-rata jumlah hari hujan di Kabupaten TTU sebanyak 50 hari dengan curah hujan 1 276 mm. Sedangkan Pada tahun 2007, rata-rata jumlah hari hujan di Kabupaten TTU sebanyak 58 hari dengan curah hujan sebesar 11 876 mm.
2.3.
Pola Pengembangan Bibit Sapi Potong di Kabupaten TTU
Jenis-jenis ternak yang saat ini banyak
dipelihara atau diusahakan di Kabupaten Timor Tengah Utara yakni sapi lokal,
kerbau, kambing, babi dan ayam buras. Khusus untuk ternak kuda belakangan ini
populasinya semakin menurun karena fungsinya yang dulu sebagai alat
transportasi, kini telah diganti dengan alat transportasi modern. Yang tersisa
adalah pemeliharaan ternak kuda hanya sebatas pada hobi bagi mereka yang
menggemari binatang pacuan tersebut.
Sapi potong yang merupakan komoditas
ternak andalan Kabupaten TTU dalam hal ini sapi Bali, belakangan ini
populasinya cenderung menurun sebagai akibat perdagangan bibit sapi unggul yang
kurang terkontrol baik, pemotongan betina produktif yang tinggi, serangan
penyakit brucellosis dan pola
pemeliharaan ternak yang terkesan masih berjalan ditempat (tradisional).
Fenomena ini menjadi tantangan berat pemerintah daerah dalam obsesinya untuk
memperkukuh predikat daerah ini sebagai "Gudang Ternak" di Provinsi
Nusa Tenggara Timur.
Pola pengembangan peternakan di
kabupaten TTU pada umumnya masih dilakukan secara tradisional dan belum adanya
sentuhan teknologi. Peternak masih melakukan seleksi untuk ternak bibitnya
sendiri sehingga kemungkinan untuk terjadinya inbreeding dalam populasi akan tinggi sekali yang akibatnya akan
menurunkan produktivitas ternak itu sendiri. Selain itu, belum adanya kawasan
khusus yang dikhususkan sebagai wilayah terpadu pengembangan bibit sapi potong
di kabupaten TTU. Hal ini perlu menjadi perhatian semua pihak demi pengembangan
peternakan di kabupaten TTU dan guna menjawab tekad pemerintah Provinsi NTT
untuk menjadikan NTT sebagai propinsi Ternak.
2.4.Strategi Pengembangan
Bibit Sapi Potong di Kabupaten TTU
Potensi yang dimiliki oleh kabupaten TTU
perlu dikaji dan dirumuskan secara seksama sehingga potensi yang ada bisa
terekspose demi peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Perumusan strategi
hendaknya sesuai dengan potensi wilayah . untuk wilayah kabupaten TTU dalam hal
pengembangan bibit sapi potong,ada beberapa strategi yang dapat diterapkan,
yaitu sebagai berikut:
2.4.1.
Strategi
pengembangan bibit sapi potong melalui kawasan sentra peternakan terpadu (cluster)
Usaha
pembibitan ternak adalah usaha yang dalam sistem produksi tergolong ke dalam
subsistem hulu. Dalam kebijakan pengembangan usaha pembibitan ternak sapi
potongdiarahkan pada suatu kawasan khusus maupun terintegrasi dengan komoditi
lainnya serta terkonsentrasi di suatu wilayah untuk mempermudah pembinaan,
bimbingan dan pengawasan dalam usaha pembibiitan sapi potong yang baik dengan
penerapan sistem reproduksi secara inseminasi buatan (IB) dan transfer embrio. Pusat
pembibitan ternak ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan akan ternak bibit ke
seluruh wilayah kabupaten TTU sehingga peternak tidak lagi menggunakan bibit
yang inbreeding.
Dengan
adanya kawasan peternakan terpadu, diharapkan potensi dan peluang yang ada dapat dimanfaatkan demi
pengembangan pembibitan sapi potong di kabupaten TTU. Pengembangan dan
peningkatan kawasan peternakan terpadu dilakukan secara bertahap dan
berkesinambungan sehingga mengarah kepada wilayah yang berkembang, mandiri dan
memiliki nilai ekonomis.
2.4.2.
Strategi
Penyediaan Hijauan pakan dan pengolahan pakan di kawasan pembibitan sapi potong
Penyediaan
pakan hijauan di kawasan pembibitan sapi potong sangat dibutuhkan demi
mendukung penyediaan hijauan yang dapat dilakukan dengan penanaman rumput
unggul dan introduksi hijauan legum.
Untuk
pengolahan pakan, inovasi teknologi sederhana seperti hay, silase dan amoniasi
sangat diperlukan dalam penyediaan pakan dalam kawasan pembibitan sapi potong. Selain
itu, penyediaan hijauan pun dapat dilakukan melalui sistem integrasi tanaman
dan ternak. Hal ini selain bertujuan untuk menyediakan pakan, juga dimaksudkan
untuk memperoleh hasil usaha yang optimal, meningkatkan kesuburan tanah.
Integrasi tanaman dan ternak ini akan saling melengkapi, mendukung dan
menguntungkan sehingga meningkatkan produksi baik ternak maupun tanaman itu
sendiri.
Berikut
desain agribisnis sapi potong yang di dalamnya terdapat keterlibatan dari
sektor breeding dan pakan.
Breeding
|
PABRIK
PAKAN
Pastura,
HMT, pengolahan limbah pertanian
|
RPH
|
Industri Pengolahan
Hasil Ternak
|
P
A
S
A
R
|
Fattening
Jantan, betina,
afkir
|
Diagram 1. Model agribisnis sapi potong
Dari
diagram 1 dapat kita lihat bahwa usaha pembibitan ternak tidak akan terlepas
dari yang namanya pakan. Oleh karena itu, penyediaan pakan dalam suatu usaha
pembibitan adalah penting.
Paddock
|
Paddock
|
Paddock
|
Produksi Hijauan
dan Konsentrat
|
Lamtoro
|
Jagung, dll
|
Rumput Unggul
|
Hay
Silase
P3
Pelet
|
Pengolahan Pakan
|
Suplemen
|
Koperasi
|
Sapi bakalan
Sapi penggemukan
Pakan konsentrat
Daging (beragam
kualitas)
|
PASAR
|
Multinutrient Block
|
Diagram 2. Desain pengelolaan padang penggembalaan
dan pengolahan pakan (Jelantik, I.G.N.2007)
2.4.3.
Strategi
Penyediaan Sarana dan Prasaranadalam kawasan pembibitan ternak.
Sarana
dan prasarana dalam kawasan pembibitan ternak meliputi puskeswan, laboratorium
inseminasi buatan dan transfer embrio, kandang, jalan, danperalatan pendukung
lainnya.
Selain
itu, stakeholder yang ada dalam kawasan ini pun memiliki kemampuan dan keahlian
yang dapat menunjang keberhasilan dari pusat pembibitan ini. Misalnya tenaga
inseminator, tenaga vaksinator dan paramedis. Untuk meningkatkan pengetahuan
tenaga pelayanan peternakan ini perlu dibekali melalui pendidikan formal maupun
non formal dengan mengadakan pelatihan
.
2.4.4.
Strategi
penyediaan bibit ternak yang berkualitas.
Bibit
ternak sapi lokal secara genetik mempunyai potensi produksi yang bagus bahkan
dalam kondisi lingkungan yang minimal, meskipun dari segi bobot tubuh memang
sapi lokal hanya sekitar 80 persen dari sapi impor.
Seleksi
bibit dimaksudkan untuk mendapatkan ternak yang memenuhi syarat sebagai ternak bibit. Untuk pejantan
seleksi menyangkut kesehatan fisik, kualitas semen dan kapasitas servis.
Sedangkan untuk betina seleksi menyangkut kondisi fisik dan kesehatan,
kemiringan vulva tidak terlalu keatas, mempunyai puting 4 buah, bentuk ambing
relatif besar dengan bentuk yang simetris.
Adapun
syarat untuk ternak yang akan dijadikan sebagai ternak bibit adalah sebagai
berikut:
- Mulut
yang datar/papak
- Kepala
diusahakan yang besar sesuai dengan badannya dan bangsa
- Leher
besar dan bergelambir terutama yang jantan
- Punggung
dipilih yang datarjangan yang melengkung
- Ekor
untuk sapi tropis biasanya lebih atau keadaannya merit
- Perut
diusahakan pilih yang iganya/tulang rusuk jangan terlalu melengkung
- Kaki
dicari yang tegak dan besar
- Alat kelamin/reproduksi
jantan (testis ada 2 buah ) betina lengkap (ambing besar puting ada 4
buah)
Selain syarat tersebut di atas, hal yang tidak boleh
dilupakan adalah umur, jenis kelamin, bentuk badan (dari atas,depan dan samping), Informasi
tentang silsilah ternak tersebut menggunakan recording (catatan ternak), diusahakan
tidak membeli bibit yanginbreeding (minimal
sampai keturunan yang ke 6 ).
2.4.5.
Manajemen
reproduksi
Perkembangan
teknologi reproduksi ternak kian berkembang dari waktu ke waktu. Tersedia
banyak pilihan teknologi reproduksi yang dapat diterapkan seperti intensifikasi
kawin alam (INKA), inseminasi buatan (IB), fertilisasi in vitro (FIV), transfer embrio (TE), clonning, transfer gen dan lain-lain. Pemilihan teknologi
reproduksi yang diterapkan hendaknya memperhatikan kondisi yang ada karena hal
ini terkait dengan efisiensi dan efektivitas dari penerapan teknologi tersebut.
Untuk
kondisi TTU, pilihan teknologi yang dapat dilakukan adalah IB dan INKA
dibanding teknologi reproduksi lainnya. Hal ini dikarenakan teknologi yang
mutakhir belum mendesak untuk dilakukan di kabupaten TTU. Selain itu,
keberhasilan teknologi yang lebih mutakhir menjadi rendah pada tingkat lapangan
dan membutuhkan biaya yang tinggi.
Sinkronisasi
estrus merupakan teknologi reproduksi yang paling sering diterapkan untuk
mendukung keberhasilan IB. Dengan teknologi ini, ternak yang mendapat perlakuan
khusus akan memperlihatkan gejala estrus yang serentak sehingga memudahkan
pelaksanaan IB yang pada akhirnya dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi
peternakan. Sinkronisasi estrus dan IB dalam jumlah ternak yang banyak akan
meningkatkan efisiensi peternakan. Dimana, pada saat yang bersamaan, kita
memiliki sekelompok betina bunting, melahirkan, dan mempunyai anak dengan umur
yang relatif sama. Sehingga memudahkan dalam proses pemeliharaan. Dengan
demikian peternak pun akan dapat mengatur kapan waktu untuk ternaknya melakukan
perkawinan., terkait dengan permintaan pasar dan ketersediaan pakan yang cukup saat melahirka dan menyusui
anaknya sehingga angka kematian pedet dapat ditekan.
2.4.6.
Strategi
pengembangan sumber daya manusia.
Sumber
daya petani peternak perlu ditingkatkan untuk dapat bersaing di era pasar
bebas. Petani peternak harus mampu menjawab tantangan masa kini. Oleh karenaitu,
petani peternak perlu dibekali dengan pengetahuan baik itu melalui pelatihan
dan peningkatan pengetahuan manajerial dan kelembagaan, penyuluhan, pembinaan
maupun pendampingan dari penyuluh-penyuluh dalam hal mendapatkan informasi yang
berguna bagi pengembangan usaha peternakan . peternak diharapkan dapat mengelola
kelompok atau koperasi dengan baik dan berperan aktif, serta mempunyai daya
saing dalam memasuki era pasar bebas.
Peningkatan
penguasan manajerial dak teknologi dapat dilakukan dngan mengadakan pelatihan
teknologi tepat guna dan melaksanakan kunjungan ke kelompok-kelompok yang telah
maju atau perusahaan peternakan. Selain sumber daya peternak, sumber daya
peternakan seperti penyuluh, inseminator dann paramedis pun perlu dipersiapkan
semaksimal mungkin sehingga ke depan diperoleh kader-kader penerus yang dapat
bersaing dengan kemajuan teknologi peternakan yang ada. Oleh karena itu, pengetahuan
dan ketampilan teknis yang mencakup pemilihan lokasi, seleksi bibit,
pemeliharaan, pencegahan penyakit, penanganan pasca panen dan distribusi serta
pemasaran perlu diketahui sehingga dapat memasuki era pasar bebas.
2.4.7.
Strategi
pengembangan dukungan kelembagaan
Dukungan
kelembagaan sangat diperlukan dalam pengembangan kawasan pembibitan ternak. Dukungan
kelembagaan dapat bersifat eksternal
dan internalpeternak yang
mencakup kelembagaan komunikasi/informasi dan ekonomi/keuangan, serta kelembagaan
otoritas lainnya. Dukungan kelembagaan dapat diterapkan melalui pola kemitraan
dengan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Keitraan
bertujuan untuk menumbuhkan, meningkatkan kemampuan dan peranan usaha kecil
dalam perekonomian nasional khususnya dalam mewujudkan usaha kecil yang mandiri,
menjadi tulang punggung untuk memperkokoh struktur perekonomian daerah yang
berbasis peternakan.
Model
kemitraan usaha pembibitan sapi potong di TTU harus melibatkan usaha besar
(inti), usaha kecil (plasma), dengan melibatkan bank sebagai pemberi kredit
dengan suatu nota perjanjian bersama. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan
kelayakan plasma, meningkatkan kerjasama yang saling menguntungkan antara inti
dan plasma, serta membantu bank dalam meningkatkan kredit usaha kecil secara
lebih aman dan efisien. Kemitraan dilaksanakan dengan disertai dengan pembinaan
oleh inti yang dimulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis dan
pemasaran hasilproduksi.
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Dari uraian pada bab terdahulu, dapat
disimpulkan bahwa pengembangan bibit sapi potong sangat potensial untuk
dikembangkan di Kabupaten TTU dalam mendukung tekad pemerintah Propinsi NTT untuk
menjadikan NTT sebagai Propinsi Ternak.
Program yang dapat dilakukan untuk menjawab
tekad ini adalah denganmengindentifikasi lokasi yang yang berpotensi dijadikan
sebagailokasi pembibitan sapi potong, pemilihan bibit yang berkualitas dengan
memperhatikan syarat mutu bibit, penyediaan hijauan pakan danpengolahan pakan, penguatan
sumber daya manusia (peternak dan tenaga peternakan lainnya), serta penguatan lembaga mitra.
3.2. Saran
·
Diperlukan adanya
identifikasi yang jelas tentang daerah pembibitan sapi potong di kabupaten TTU
dengan memperhatikan potensi pakan.
·
Perlu adanya standar
mutu sapi potong yang diterapkan di Kabupaten TTU
·
Diperlukan adanya kerja
sama dari berbagai pihak yang terkait dalam pengembangan bibit sapi potong di
kabupaten TTU guna mendukung tekad propinsi NTT sebagai propinsi ternak.
Daftar Pustaka
............. 2007.Seleksi bibit sapi potong.http://jogjavet.wordpress.com/2007/12/21/beternak-sapi-potong/
................2012. Sapi
Potong pada PT. Lembu Jantan Perkasa Jakarta.http://ejournal.unud.ac.id/abstrak.
Aribran. 2012.Cara
Memilih Bibit Ternak Sapi Potong.http://www.infoternak.com/ngenesnya-bibit-ternak-sapi-unggulan-indonesia
BPS NTT. 2011. NTT
dalam Angka 2010. Badan Pusat Statistik NTT. Kupang, NTT.
Dinas Peternakan Propinsi NTT. 2011. Statistik Peternakan NTT 2010. Kupang, NTT.
Dinas Peternakan Kabupaten TTU. 2011. Renstra Disnak Kab. TTU 2011-2015. Kefamenanu, TTU
Jelantik, I. G.N 2007. Rancangan
Pengembangan Pusat Pembibitan (Breeding Farm) Sapi Bali Timor Konotuef Dinas
Peternakan Kabupaten TTU. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sapi Timor.
Lembaga Penelititan UNDANA. Kupang
Kementrian Pertanian. Ditjen Peternakan dan Kesehatan
Hewan. 2011. Renstra Ditjen Peternakan
dan Kesehatan Hewan 2011-2014. Edisi revisi. Jakarta.
Rangkuti, F. 2005. Analisis
SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar