Senin, 29 April 2013

PENGARUH KETERSEDIAAN AIR TERHADAP PRODUKTIVITAS TANAMAN

AdiDharma17
download pdf


MAKALAH
ILMU NUTRISI DAN LINGKUNGAN TERNAK
Pengaruh Ketersediaan Air Terhadap Produktifitas Tanaman
(Pengaruh Cekaman Air Terhadap Produksi serta Kualitas Rumput dan Legum)

padang rumput 

                                   

NAMA                     : I MADE ADI SUDARMA
NIM                         : 1211010006
SEMESTER             : II (DUA)
PRODI                     : ILMU PETERNAKAN



PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
                                              2013


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, karena atas berkat dan pertolongan-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah berjudul pengaruh ketersediaan air terhadap produktifitas tanaman hingga pada tahap ini.
Makalah ini disusun guna mengetahui pengaruh umum dari cekaman air tanah pada rumput maupun legume sebagai pakan utama ternak ruminansia baik dari segi produksi maupun kualitasnya.
Dengan segala kerendahan hati saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu segala saran dan kritik dari berbagai pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan laporan ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.  Terima kasih.
                                                                                                                
Kupang, April 2013
Penulis






DAFTAR ISI

 Halaman
KATA PENGANTAR .........................................................................................    i
DAFTAR ISI .......................................................................................................    ii
DAFTAR TABEL, GAMBAR DAN GRAFIK ..................................................  iii
PENDAHULUAN .............................................................................................     1
Latar Belakang ......................................................................................     1
Tujuan ...................................................................................................     1
PEMBAHASAN ................................................................................................     2
Keadaan Umum NTT ...........................................................................     2
Peranan Air bagi Tanaman ....................................................................     3
Respon Tanaman Terhadap Cekaman Kekeringan ...............................     4
Ketersediaan Air Terhadap Produksi Rumput ......................................     4
Ketersediaan Air Terhadap Produksi Legum .......................................     9
Ketersediaan Air terhadap Kualitas HMT ..........................................     12
PENUTUP  .........................................................................................................   19
Simpulan ...............................................................................................   19
Saran .....................................................................................................   19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................   20








DAFTAR TABEL, GAMBAR DAN GRAFIK

                                                                                                                    Halaman
Grafik 1. Pengaruh curah hujan dan pola pemupukan terhadap produksi
rumput raja  ..........................................................................................................    5

Tabel 2. data produksi rumput raja segar dari pola pemupukan yang berbeda
selama musim kemarau dan hujan (1 tahun) ........................................................    5

Tabel 3. Hasil rataan pengukuran tinggi rumput raja (cm) ...................................    5

Tabel 4. Hasil rataan pengukuran panjang daun rumput raja (cm) .......................    5

Tabel 5. Hasil rataan pengukuran lebar daun rumput raja (cm) ............................    6

Tabel 6. Hasil rataan pengukuran diameter batang rumput raja (cm) ...................    6

Grafik 7. Tanggap bobot kering tajuk rumput gajah (RG) dan rumput raja (RR)
akibat penurunan ketersediaan air tanah ..............................................................    7

Grafik 8. Tanggap bobot kering akar rumput gajah (RG) dan rumput raja (RR)
akibat penurunan ketersediaan air tanah ..............................................................    7

Grafik 9. Tanggap nisbah tajuk : akar rumput gajah (RG) dan rumput raja (RR)
akibat penurunan ketersediaan air tanah ..............................................................    7

Grafik 10. Efisiensi penggunaan air (EPA) rumput gajah (RG) dan rumput
raja (RR) akibat penurunan ketersediaan air tanah ..............................................    7

Tabel 11. Kadar air tanah media tanaman rumput hari ke-32 (%)........................    8

Tabel 12. kadar air relative daun rumput pada pengamatan hari ke-32 (%)..........    8

Tabel 13. Produksi bobot kering tajuk (BKT) rumput (g/tajuk dalam pot) ..........    8

Tabel 14 dan 15. Kadar air tanah (%) dan berat kering daun (g/pot) masing-
masing tanaman leguminosa pada saat titik layu permanen .................................    9

Tabel 16 dan 17. berat kering batang  dan akar (g/pot) masing-masing
tanaman leguminosa pada saat titik layu permanen .............................................    9

Tabel 18. Rata-rata produksi berat kering (gr/tanaman) dan tinggi beberapa
jenis leguminosa herba dengan perlakuan cekaman air ......................................    10

Tabel 19. Kadar air tanah media tanaman legume pada pengamatan hari ke-32    10

Tabel 20. Kadar air relative daun legume pada pengamatan hari ke-32 (%).......    11

Tabel 21. Produksi bobot kering tajuk (BKT) legume (g/tajuk pot tanaman) ....    11

Tabel 22. Berat kering akar (BKA) tanaman legume (g/tanaman dalam pot) ....    11

Tabel 23. Panjang akar tanaman legume (cm) ....................................................    11

Tabel 24. Kecepatan menyerap air dan koefisien cerna dalam bahan kering .....    12

Tabel 25. Kandungan lignin dan kecepatan menyerap air dalam bahan kering .    14

Tabel 26. Kandungan silica dan kecepatan menyerap air pada hijauan
dalam bahan kering ............................................................................................    15

Tabel 27. Kandungan lignin + silica dan kecepatan menyerap air
dalam bahan kering ............................................................................................    16

Tabel 28. Kandungan ADF dan kecepatan menyerap air pada hijauan
dalam bahan kering ............................................................................................    17

Tabel 29. Kandungan selulosa dan kecepatan menyerap air pada hijauan
dalam bahan kering ............................................................................................    18















BAB I
PENDAHULUAN
1.1.       Latar Belakang
Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah terutama dalam pengembangan ternak di daerah tersebut. Salah satu ternak potensial yang dapat dikembangkan adalah ternak ruminansia terutama ternak sapi. Ternak sapi merupakan salah satu ternak potensial yang sekarang ini sedang dalam tahap pengembangan oleh pemerintah daerah yang mana cukup berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDRB) NTT yang mencapai Rp. 393 miliar pada tahun 2009 yang berasal dari 58.392 ekor sapi yang diekspor dan 54051 ekor ternak yang dipotong untuk konsumsi lokal (Statistik Peternakan 2009; dan 2010).
Sebagian besar ternak ruminansia yang ada sekarang ini berada di berbagai lokasi di NTT terutama di padang penggembalaan yang luasnya mencapai 800.000 ha lebih. Namun akibat pengaruh iklim dan kurangnya manajemen dari peternak memberikan dampak yang kurang baik bagi produktifitas ternak terutama karena akibat dari rendahnya produksi dan kualitas rumput dan leguminosa sebagai pakan utama ternak ruminansia. Salah satu faktor iklim yang mampu mempengaruhi produktivitas pakan ternak adalah curah hujan yang ditandai dengan ketersediaan air tanah di tempat tumbuhan pakan ternak tersebut tumbuh.
Menurut Kushartono (2001) dan Sinaga (2008) menyatakan bahwa ketersediaan air tanah merupakan faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi produktivitas tumbuhan dibandingkan faktor lainnya seperti kesuburan tanah maupun intensitas sinar matahari dimana ketersediaan air yang cukup akan digunakan oleh tumbuhan yang pada fase pertumbuhan vegetative akan melangsungkan proses pembelahan dan pembesaran sel yang dapat dilihat pada pertambahan tinggi tumbuhan, diameter, perbanyakan daun dan pertumbuhan akar. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya studi literature dalam membandingkan pengaruh cekaman air terhadap produktivitas hijauan makanan ternak sebagai pakan utama ternak ruminansia.

1.2.       Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh ketersediaan air terhadap produksi dan kualitas tumbuhan rumput dan legume pakan ternak ruminansia.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.       Keadaan umum NTT
Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan daerah yang potensial dan lebih cocok diarahkan ke sistem ternak gembala karena memiliki sejumlah padang penggembalaan yang sangat luas yakni 832.228 ha yang dipimpin oleh kabupaten Sumba Timur (215.799 ha) diikuti oleh kabupaten Kupang, TTS, dan TTU berturut-turut 159.526 ha, 114.396 ha dan 86.339 ha (Statistik Peternakan, 2010). Namun data tersebut masih belum menjamin produksi ternak gembala karena menurut laporan Team Undana (2007) bahwa kapasitas tampung padang penggembalaan di NTT sangat minim rata-rata 0,3 UT/ha dimana kabupaten Kupang, Sumba Timur, dan TTU masing-masing memiliki kapastitas tampung sebesar 0,26 UT/ha; 0,21 UT/ha; dan 0,46 UT/ha. Hal ini mengakibatkan rendahnya produktifitas ternak terutama pada musim hujan yang memiliki kualitas protein pakan yang sangat rendah bagi kebutuhan ternak gembala di padang rumput. Menurut hasil penelitian Jelantik (2001) dalam Mullik dan Jelantik (2009) menyatakan bahwa kandungan protein kasar hijauan cukup baik selama periode November-April, namun menurun secara drastis dibawah kebutuhan minimum untuk hidup pokok ternak selama periode Mei-Oktober dan ketersediaan bahan kering juga ikut menjadi masalah utama selama bulan September hingga Desember. Hal ini menandakan bahwa terdapat hubungan yang cukup nyata antara produktivitas hijauan dan ketersediaan air tanah.
Nusa Tenggara Timur memiliki curah hujan yang relatif tinggi intensitasnya namun hanya berlangsung pada periode waktu yang pendek sehingga akan berpengaruh terhadap fluktuasi ketersediaan pakan di padang penggembalaan. Menurut Hau dkk. (2005) menyatakan bahwa ketersediaan hijauan rumput alam di NTT pada musim hujan (3-4 bulan) berada dalam jumlah cukup bahkan berlebihan dan sebaliknya pada musim kemarau (8-9 bulan) ketersediaan rumput alam masih cukup namun kualitasnya menurun drastis karena tingginya kandungan dinding sel NDF (neutral detergent fiber). Menurut hasil penelitian Jelantik (2001) dalam Hau dkk. (2005) menunjukkan bahwa rumput alam di NTT pada musim kemarau memiliki dinding sel NDF sebesar 58%-80% dengan kandungan protein kasar sebesar 2-3% dan tingkat kecernaan mendekati 42%. Menurut Van Soest (1982) dalam Hau dkk. (2005) menyatakan bahwa rumput dengan kandungan NDF yang tinggi tersebut akan memnurunkan kecernaan dimana umumnya rumput di daerah tropis mengandung kadar lignin yang cukup tinggi sehingga sulit terdegradasi oleh mikroba rumen. Rumput dengan kecernaan yang rendah akan menggangu produksi ternak terutama karena ketersediaan protein khususnya nitrogen bagi mikroba rumen menjadi terbatas dan ketersediaan zat-zat gizi yang lain juga akan berkurang (Beberjee, 1982 dalam Hau dkk., 2005).
Ketersediaan kuantitas dan kualitas rumput di padang penggembalaan yang minim pada musim kemarau juga diteliti oleh Mullik dan Jelantik (2009), yang menyatakan bahwa fluktuasi curah hujan terutama pada bulan Mei hingga Oktober yang cukup riskan menyebabkan fluktuasi kuantitas dan kualitas hijauan di padang menjadi cukup besar sehingga performans produksi dan reproduksi ternak gembala tidak optimal akibat defisiensi nutrisi. Menurut Mullik dan Jelantik (2009), dalam jangka waktu 3 tahun ternak yang dipelihara secara intensif (pakan diperhatikan oleh peternak) lebih baik dibandingkan dipelihara secara ekstensif yang mana ternak memperoleh pakan dari ketersediaannya di alam bebas. Hal ini diperkirakan karena adanya penurunan bobot badan ternak selama musim kemarau karena rendahnya ketersediaan dan nutrisi hijauan sehingga rata-rata pertambahan bobot badan ternak menjadi kecil setiap tahunnya.
2.2.       Peranan air bagi tanaman
Air sangat penting bagi tanaman/tumbuhan dimana tanaman sebagian besar terdiri dari air. Menurut Nofyangtri (2011) menyatakan bahwa dalam fisiologi tumbuhan, air merupakan faktor utama yang membentuk 80-90% bobot segar jaringan yang sedang tumbuh aktif. Menurut Noggle dan Fritz (1983) dalam Nofyangtri (2011) menyatakan bahwa ada beberapa fungsi air bagi tumbuhan yaitu sebagai (1) senyawa utama pembentuk protoplasma, (2)  senyawa pelarut bagi masuknya mineral-mineral dari larutan tanah ke tumbuhan dan sebagai pelarut mineral nutrisi yang akan diangkut dari satu bagian sel ke bagian sel lain, (3) media terjadinya reaksi-reaksi metabolik, (4) reaktan pada sejumlah reaksi metabolisme seperti siklus asam trikarboksilat, (5) penghasil hidrogen pada proses fotosintesis, (6) penjaga turgiditas sel dan berperan sebagai tenaga mekanik dalam pembesaran sel, (7) pengatur  mekanisme gerakan tumbuhan seperti membuka dan menutupnya stomata, membuka dan  menutupnya bunga serta melipatnya daun-daun tumbuhan tertentu, (8) berperan dalam perpanjangan sel, (9) bahan metabolisme dan produk akhir respirasi, serta (10) digunakan  dalam proses respirasi. Lebih lanjut dikemukakan bahwa kebutuhan air pada tumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara  lain jenis dan umur tumbuhan, kadar air tanah dan kondisi cuaca dimana ketersediaan air dalam tumbuhan diperoleh melalui proses fisiologis dan hilangnya air dari permukaan bagian tumbuhan melalui proses evaporasi dan transpirasi.
Menurut  Taiz dan Zeiger (2002) dalam Nofyangtri (2011) menyatakan bahwa setiap gram  pembentukan bahan organik penyusun tumbuhan, rata-rata membutuhkan 500 g air yang  diabsorbsi oleh akar ditranportasikan ke seluruh bagian tumbuhan dan selanjutnya air akan hilang ke atmosfir sehingga setiap tumbuhan harus dapat menyeimbangkan antara proses  kehilangan air dan proses penyerapannya dimana bila proses kehilangan air tidak diimbangi dengan penyerapan melalui akar maka akan terjadi kekurangan air di dalam sel tumbuhan  yang dapat menyebabkan berbagai kerusakan pada banyak proses dalam sel tumbuhan tersebut.
2.3.       Respon tanaman terhadap cekaman kekeringan
Menurut Hamim (2004) dan Jaleel et al. (2009) dalam Nofyangtri (2011) menyatakan bahwa cekaman kekeringan merupakan pengaruh faktor lingkungan yang menyebabkan air  tidak tersedia bagi tumbuhan, yang dapat disebabkan antara lain oleh tidak tersedianya air di daerah perakaran tumbuhan dan permintaan air yang besar di daerah daun akibat kondisi atmosfir yang panas dimana laju evaporasi dan transpirasi melebihi laju absorbsi air oleh  akar. Lebih lanjut dijelaskan bahwa cekaman kekeringan ditandai dengan rendahnya kadar  air, penyusutan potensial air daun dan tekanan turgor, penutupan stomata dan berkurangnya  pembesaran dan pertumbuhan sel. Penutupan stomata diperlukan oleh tumbuhan dimungkinkan untuk mengatur kehilangan air dan pengambilan karbondioksida yang penting dalam proses fotosintesis yang tentu saja penurunan proses fotosintesis ini juga akan ikut menurunkan laju pertumbuhan tumbuhan selain akibat dari rendahnya potensial air dan turgor tumbuhan.
2.4.       Ketersediaan air terhadap produksi rumput
Terdapat beberapa hasil penelitian yang memperlihatkan pengaruh ketersediaan air terhadap produksi rumput. Menurut hasil penelitian Kushartono (2001) memperlihatkan produksi rumput raja segar pada perlakuan curah hujan dan pemupukan dimana berdasarkan curah hujannya, dapat diperoleh bahwa semakin tinggi curah hujan akan semakin tinggi produksi rumput gajah dan berdasarkan jenis pupuknya diperoleh bahwa jenis pupuk air limbah memberikan pengaruh produksi yang lebih baik dibandingkan pupuk kandang, pupuk urea maupun tanpa pemupukan. Dari total perlakuan diperoleh bahwa pupuk air limbah menghasilkan rataan produksi rumput raja yang lebih besar (4,40 kg/m2), diikuti oleh pupuk kandang (3,26), pupuk urea (1,71) dan tanpa pemupukan (1,05). Tingginya produksi dari penggunaan pupuk air limbah sepanjang tahun dimungkinkan disebabkan oleh cukup tersedianya kandungan air tanah yang diperoleh dari pupuk tersebut terutama dibutuhkan oleh tanaman untuk berproduksi pada musim kemarau (curah hujan relative rendah). Menurut Kushartono (2011) menyatakan bahwa curah hujan dan tingkat produksi sangat erat hubungannya terutama pada tanaman yang membutuhkan air cukup banyak pada fase pertumbuhan seperti rumput raja. Lebih lanjut dikemukakan bahwa, tingginya produksi dari pupuk air limbah dikarenakan adanya pertumbuhan akar yang konsisten dibandingkan perlakuan lainnya yang memberikan dapak pada perhentian pertumbuhan akar untuk menyerap nutrisi/unsure hara tanah (dari pupuk) dengan baik pada musim kemarau.




Grafik 1. Pengaruh curah hujan dan pola pemupukan terhadap produksi rumput raja.

Tabel 2. data produksi rumput raja segar dari pola pemupukan yang berbeda selama musim kemarau dan hujan (1 tahun)



Tabel 3. Hasil rataan pengukuran tinggi rumput raja (cm)



Tabel 4. Hasil rataan pengukuran panjang daun rumput raja (cm)



Tabel 5. Hasil rataan pengukuran lebar daun rumput raja (cm)



Tabel 6. Hasil rataan pengukuran diameter batang rumput raja (cm)



Menurut hasil penelitian Sinaga (2008), memperlihatkan bahwa ketersediaan air tanah akan mempengaruhi produksi tajuk, akar dan efisiensi penggunaan air (EPA), dimana semakin rendah ketersediaan air maka produksi tajuk dan akar rumput raja dan rumput gajah akan semakin menurun sedangkan nisbah tajuk : akar nya dan EPA semakin meningkat. Produksi bahan kering tajuk dan akar yang semakin menurun adalah normal karena dipengaruhi oleh ketersediaan air yang rendah untuk pertumbuhannya (pertumbuhan akar terhambat sehingga penangkapan unsur hara dan air untuk pertumbuhan tajuk pun ikut terhambat) sedangkan nisbah tajuk : akar semakin meningkat dimungkinkan karena adanya penggunaan air untuk kebutuhan pada bagian tajuk sedangkan pertumbuhan akar yang terhenti atau lambat.
Menurut Sinaga (2008) menyatakan bahwa kondisi ketersediaan air tanah yang menurun mendorong kedua jenis rumput untuk mendistribusikan hasil-hasil fotosintesis dan unsure hara lainnya cenderung lebih banyak ditujukan ke bagian tajuk dimana dapat dilihat pada persentase penurunan bobot kering akar yang lebih besar dibanding tajuk. Lebih lanjut dikemukakan bahwa penurunan bobot kering tajuk justru meningkatkan kualitas tajuk sebagai pakan ternak. Dimana menurut Guenni et.al. (2002), Wilson (1983), Humpreys (1991) dan Baruch (1994) dalam Sinaga (2008) menyatakan bahwa pada keadaan pertumbuhan daun menurun akibat kekeringan, konsentrasi N, P dan K pada daun justru lebih tinggi dan konsentrasi komponen dinding sel mengalami penurunan yang berhubungan dengan mekanisme penundaan ontogeny daun akibat cekaman air yang berakibat terjadinya relokasi nutrisi ke daun dan berimbas pada meningkatnya kualitas rumput dan daya kecernaan rumput sebagai pakan ternak. Namun juga terdapat perbedaan hasil penelitian dengan pernyataan tersebut dimana menurut Paez et al. (1995) pada Paspalum maximum dan Hochman dan Helyar (1989) pada legume dalam Sinaga (2008), yakni cekaman air ternyata menurunkan nisbah tajuk : akar yaitu ditandai dengan tingginya produksi akar (penetrasi akar yang dalam dan tingginya densitas rambut akar). Sedangkan konsentrasi nutrisi daun yang lebih rendah pada tanaman yang mengalami kekeringan juga dipaparkan oleh bebarapa ahli seperti Rao et al. (1998) dan Skerman dan Riveros (1992), (Sinaga, 2008).
Hubungan ketersediaan air dan EPA pada penelitian ini juga berbeda dengan hasil yang ditunjukkan oleh Sufyati (1999) dalam Sinaga (2008), dimana peningkatan ketersediaan air justru meningkatkan nilai EPA varietas bawang merah. Menurut Ray et al. (1997) dalam Sinaga (2008) menyatakan bahwa spesies rumput yang mampu memanfaatkan air tersimpan ditanah dengan cepat pada awal musim kemarau akan memiliki bobot kering yang lebih rendah daripada rumput yang mampu mengontrol transpirasi.




Grafik 7. Tanggap bobot kering tajuk rumput gajah (RG) dan rumput raja (RR) akibat penurunan ketersediaan air tanah
Grafik 9. Tanggap nisbah tajuk : akar rumput gajah (RG) dan rumput raja (RR) akibat penurunan ketersediaan air tanah
Grafik 10. Efisiensi penggunaan air (EPA) rumput gajah (RG) dan rumput raja (RR) akibat penurunan ketersediaan air tanah
Grafik 8. Tanggap bobot kering akar rumput gajah (RG) dan rumput raja (RR) akibat penurunan ketersediaan air tanah.

 










Menurut hasil penelitian Nofyangtri (2011) memperlihatkan bahwa kadar air tanah mempengaruhi tingkat cekaman air dan produksi pada tanaman rumput dimana pada rumput yang dikeringkan (tanpa pemberian air) akan memperlihatkan cekaman air yang ditandai oleh kadar air relative daun dan produksi bahan kering tajuk yang rendah pada beberapa jenis tanaman rumput dibandingkan dengan perlakuan yang mendapatkan penyiraman air.
Tabel 12. kadar air relative daun rumput pada pengamatan hari ke-32 (%)
Tabel 11. Kadar air tanah media tanaman rumput hari ke-32 (%)
 








Keterangan : AG=Andropogon gayanus, CC=Cenchrus ciliaris, CG=Chloris gayana, IT=Ischaemum Timuriensis, PD=Paspalum dilatatum, PN=Paspalum notatum, W0M0=disiram, dan W1M0=dikeringkan.
Tabel 13. Produksi bobot kering tajuk (BKT) rumput (g/tajuk dalam pot)
 








2.5.       Ketersediaan air terhadap produksi legum
Terdapat beberapa hasil penelitian yang memperlihatkan pengaruh ketersediaan air terhadap produksi legum. Menurut hasil penelitian Wulandari (2011), memperlihatkan bahwa adanya perlakuan cekaman air pada beberapa tanaman leguminosa rambat mengakibatkan adanya penurunan produksi yang ditandai dengan rendahnya produksi berat kering daun, batang dan akar.
Tabel 14 dan 15. Kadar air tanah (%) dan berat kering daun (g/pot) masing-masing tanaman leguminosa pada saat titik layu permanen
Tabel 16 dan 17. berat kering batang  dan akar (g/pot) masing-masing tanaman leguminosa pada saat titik layu permanen
 












Keterangan :M0W0=disiram, dan M0W1=dikeringkan.

Menurut hasil penelitian Sajimin dkk. (2001) memperlihatkan adanya pengaruh cekaman air terhadap tinggi tanaman dan produksi berat kering tanaman pada beberapa jenis leguminosa herba.

Tabel 18. Rata-rata produksi berat kering (gr/tanaman) dan tinggi beberapa jenis leguminosa herba dengan perlakuan cekaman air.
Species
Perlakuan
100 cc/d
200 cc/d
300 cc/d
300 cc /3 d
600 cc/3 d
900 cc/3 d
BK
T
BK
T
BK
T
BK
T
BK
T
BK
T
C. pascuorum
5,67
117,0
0,19
123,3
7,03
113,0
4,70
98,3
0,78
101,0
7,00
128,7
C. pubescens
4,22
139,0
0,82
171,0
5,38
191,0
3,30
154,3
0,56
143,3
4,46
169,0
C. schotii
2,07
104,7
0,44
60,0
1,40
61,3
0,76
59,7
0,74
72,7
2,28
86,7
C. ternate
3,99
93,3
0,69
149,0
6,93
115,7
3,85
146,7
0,86
116,7
8,77
187,3
S. hamata
3,16
47,3
0,69
48,7
6,36
50,3
3,63
47,3
0,84
54,0
7,08
51,3
M. atropurpureum
3,67
127,3
0,10
146,0
9,34
163,0
4,28
146,0
0,27
152,0
5,78
125,6
Aeshyomene sp
3,72
82,7
0,70
97,7
6,06
105,0
3,49
79,0
0,83
89,7
4,20
104,3
Keterangan : BK=berat kering tanaman, T=tinggi tanaman

Tabel 19. Kadar air tanah media tanaman legume pada pengamatan hari ke-32
Menurut hasil penelitian Nofyangtri (2011) memperlihatkan bahwa kadar air tanah mempengaruhi tingkat cekaman air dan produksi pada tanaman legume dimana pada tanaman yang dikeringkan (tanpa pemberian air) akan memperlihatkan cekaman air yang ditandai oleh kadar air relative daun, produksi bahan kering tajuk, bahan kering akar dan panjang akar tanaman yang rendah pada beberapa jenis legume dibandingkan dengan perlakuan yang mendapatkan penyiraman air.





Keterangan : AG=Andropogon gayanus, CC=Cenchrus ciliaris, CG=Chloris gayana, IT=Ischaemum Timuriensis, PD=Paspalum dilatatum, PN=Paspalum notatum, W0M0=disiram, dan W1M0=dikeringkan.
Tabel 20. Kadar air relative daun legume pada pengamatan hari ke-32 (%)
Tabel 21. Produksi bobot kering tajuk (BKT) legume (g/tajuk pot tanaman)
Tabel 23. Panjang akar tanaman legume (cm)
Tabel 22. Berat kering akar (BKA) tanaman legume (g/tanaman dalam pot)
 






















2.6.       Ketersediaan air terhadap kualitas HMT
Ketersediaan air juga ikut mempengaruhi kualitas hijauan makanan ternak ruminansia. Seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya diatas dalam penelitian Sinaga.
Tabel 24. Kecepatan menyerap air dan koefisien cerna dalam bahan kering.




























Lanjutan Tabel 24. Kecepatan menyerap air dan koefisien cerna dalam bahan kering.

.


















Menurut Guenni et.al. (2002), Wilson (1983), Humpreys (1991) dan Baruch (1994) dalam Sinaga (2008) tersebut dinyatakan bahwa pada keadaan pertumbuhan daun menurun akibat kekeringan, konsentrasi N, P dan K pada daun justru lebih tinggi dan konsentrasi komponen dinding sel mengalami penurunan yang berhubungan dengan mekanisme penundaan ontogeny daun akibat cekaman air yang berakibat terjadinya relokasi nutrisi ke daun dan berimbas pada meningkatnya kualitas rumput dan daya kecernaan rumput sebagai pakan ternak. Dalam hasil penelitian Sinaga tersebut dikemukakan bahwa adanya cekaman air akan mempengaruhi pertumbuhan akar sehingga dapat mengakibatkan penurunan laju penyerapan air tanah oleh akar
Berdasarkan hal tersebut, menurut hasil penelitian Gomariah (1986) memperlihatkan adanya hubungan antara kecepatan menyerap air oleh akar dan koefisien cerna termasuk didalamnya terdapat hubungan antara konsentrasi lignin, silica, ADF dan selulosa. Dimana dapat terlihat bahwa semakin tinggi kecepatan menyerap air akan semakin rendah koefisien cerna. Hal ini dimungkinkan karena dengan semakin cepatnya laju penyerapan air akan memberikan kesempatan bagi tanaman untuk bertumbuh dan lebih cepat mencapai fase generative yang mana nutrisi sebagian besar dialihkan ke biji tanaman. Selain itu, dalam fase vegetative pun tanaman akan berproduksi secara maksimal sehingga diperlukan dinding sel yang kuat dan kokoh dalam hal ini berupa gabungan antara lignin, silica dan selulosa sehingga kecernaan dari tanaman tersebut mulai berkurang dan menurunkan kualitas dari tanaman tersebut
Tabel 25. Kandungan lignin dan kecepatan menyerap air dalam bahan kering.


























Tabel 26. Kandungan silica dan kecepatan menyerap air pada hijauan dalam bahan kering.

































Tabel 27. Kandungan lignin + silica dan kecepatan menyerap air dalam bahan kering.

































Tabel 28. Kandungan ADF dan kecepatan menyerap air pada hijauan dalam bahan kering.

































Tabel 29. Kandungan selulosa dan kecepatan menyerap air pada hijauan dalam bahan kering.

































BAB III
PENUTUP

3.1.       Simpulan
Adapun simpulan yang dapat diambil berdasarkan pembahasan diatas adalah bahwa ketersediaan air tanah sangat memperngaruhi produktivitas tanaman baik produksi maupun kualitasnya pada rumput dan legume pakan ternak ruminansia.

3.2.       Saran
Dibutuhkan lebih banyak data untuk menggali pengaruh cekaman air terhadap kualitas tanaman baik kandungan proteinnya maupun kandungan dinding selnya.














DAFTAR PUSTAKA

Gomariah Enggoy. 1986. Kecepatan Penyerapan Air Sebagai Penduga Koefisien Cerna Hijauan Makanan Ternak Ruminansia. Karya Ilmiah. Fapet. IPB. Bogor.
Hau Debora Kana, Mariana Nenobais, Jacob Nulik, dan Nathan G. F. Katipana. 2005. Pengaruh Probiotik Terhadap Kemampuan Cerna Mikroba Rumen Sapi Bali. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. pp.171-180.
Kushartono Bambang. 2001. Pengaruh Curah Hujan dan Pola Pemupukan Terhadap Produksi Rumput Raja. Temu Teknis Fungsional Non Peneliti. hal. 42-49.
Mulik Marthen dan I Gusti N. Jelantik. 2009. Strategi Peningkatan Produktivitas Sapi Bali Pada Sistem Pemeliharaan Ekstensif di Daerah Lahan Kering : Pengalaman Nusa Tenggara Timur. Disampaikan pada Seminar Nasional Pengembangan Sapi Bali Berkelanjutan Dalam Sistem Peternakan Rakyat. Mataram.
Nofyangtri Sahera. 2011. Pengaruh Cekaman Kekeringan dan Aplikasi Mikoriza Terhadap Morfo-fisiologis dan Kualitas Bahan Organik Rumput dan Legum Pakan. Tesis. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor.
Sajimin, B. Risdiono, E. Sutedi dan Oyo. 2001. Pengaruh Cekaman Air Terhadap Produktivitas Hijauan Pakan Leguminosa Herba. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. hal. 327-333.
Sinaga Riyanto. 2008. Keterkaitan Nisbah Tajuk Akar dan Efisiensi Penggunaan Air pada Rumput Gajah dan Rumput Raja Akibat Penurunan Ketersediaan Air tanah. Jurnal Biologi Sumatera. vol. 3 (1) : 29-35.
Statistik Peternakan. 2009. Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Timur 2010. Kupang.
Statistik Peternakan. 2010. Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Timur 2011. Kupang.
Team Undana. 2007. The Genetics Qulity of Bali Cattle In East Nusa Tenggara. Report of Research and Development Center of Bali Cattle. Undana. Kupang.
Wulandari Aristya. 2011. Efek Penambahan Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Tanaman Leguminosa Merambat Dalam Kondisi Cekaman Kekeringan. Skripsi. Fapet. IPB. Bogor.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar